5

1.27.2010

Pembiasaan Pada Anak

Semua orang tua pasti pernah merasakan susahnya mendisiplinkan anak - anaknya. Seakan mau orang tua sudah baik, tetapi maunya anak berbeda. Disitulah timbul konflik.... kalau orang tua tidak memahami dan kurang sabar maka yang terjadi selanjutnya adalah pemaksaan kehendak orang tua terhadap anaknya.

Sebenarnya kunci utama mendisiplinkan anak adalah ketegasan dan konsistensi. BUKAN KEKERASAN!!! Saya mengalami sewaktu awal tinggal di Jogja untuk lanjut studi untuk mendisiplinkan kedua putri kami (Aisyah 6 th, Hafhoh 4 th) untuk selalu di belakang saat naik mobil. Mungkin ini pembiasaan aneh di Indonesia. Perlu diketahui di negara - negara maju, anak tidak boleh duduk di depan saat naik mobil, mereka harus rela di belakang terikat pada tali pengamannya, bahkan bayipun harus rela di kursi khusus bayi di belakang, sementara kedua orang tuanya di depan. Begitu beratnya di awal pembiasaan, mereka selalu mencoba meminta dispensasi untuk bisa di depan, karena memang kesukaan anak duduk di depan sehingga tidak terhalang pemandangan sepanjang jalan. Terlebih lingkungan di sekitarnya yang tidak memiliki pembiasaan seperti ini, mereka sering protes.... Koq mbak anu boleh di depan?

Saya dan istri memang sudah sepakat untuk pembiasaan ini sejak kami mendarat di Indonesia,karena ini demi keselamatan mereka juga. Alhamdulillah setelah sekian lama kami konsisten, mereka telah menyadari bahwa aturan itu tidak bisa dilanggar dan mereka sekarang terlihat menerima dan tidak berusaha untuk minta dispensasi lagi. Konflik selesai!!!

Saat ini kami baru dalam tahap membiasakan anak - anak untuk makan di meja. Kebiasaan sebelumnya mereka makan sambil nonton TV, yang terjadi adalah begitu banyak waktu tersita untuk itu. Setelah sekian minggu mereka mulai terbiasa dan menikmati aturan barunya.

Banyak oranng tua tidak konsisten menerapkan aturan kepada anak anaknya sehingga si anak akan berusaha melanggarnya. Banyak orang tua menjanjikan ke anaknya: Adik boleh ikut belanja, tetapi adik tidak boleh minta jajan mainan ya? Si anakpun sepakat di awal keberangkatan. Begitu di pasar melihat balon, maka si anak berusaha minta dibelikan.... Bukannya tadi dah janji nggak minta mainan? Seru si ibu..... Si anak mulai memainkan strateginya, menangis keras - keras...... Masih dicuekin ibunya.... Maka ditambah berguling - guling di pasar. Ibunya mulai keki dan malu akhirnya dibelikan juga balon itu, toh harganya murah juga.

Apa yang bisa dipelajari dari kejadian itu? Si anak merasa bahwa menangis dan berguling - guling adalah cara efektif untuk meminta sesuatu..... dan gawatnya adalah dia akan melakukan hal itu untuk waktu - waktu berikutnya. Kedua si anak belajar bahwa aturan ibunya memang bisa dilanggar. Kalau Anda berlaku begitu kepada anak anak Anda.... bersiaplah untuk konflik sepanjang masa dengan anak Anda!

Berusahalah konsisten dan tegas terhadap aturan yang Anda buat maka Anda akan mendapati anak Anda menurut pada Anda. Ingat!!!! Konsisten dan tegas bukan dengan kekerasan!!! Kalau sekiranya Anda membuat aturan tidak mungkin terlaksana, akan lebih baik urangkan aturan itu. Kalau Anda membuat aturan yang mengandung hukuman kalau terlanggar, maka buatlah hukuman yang mendidik, tidak menyakiti, dan bisa dilaksanakan. Kalau kita suka mengancam, kemudian tidak melaksanakannya maka anak akan belajar untuk tidak mempercayai kata - kata kita. Usahakan untuk tidak membuat ancaman!!! Kalau terpaksa ada ancaman maka seperti hukuman tadi, harus bisa dilaksanakan!!!!

9.19.2009

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430H

Kami mengucapkan
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430H
Taqobalallohu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan batin
.



5.07.2009

Short Attention Span – Sistractible (Gangguan Pemusatan Perhatian)

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D.
Howard L. Millman, Ph.D.

Rentang perhatian adalah panjang waktu yang mengiringi suatu aktivitas. Pemusatan perhatian dipengaruhi oleh kemampuan teralihkan (distractibility), di mana individu secara tidak terkendali berpindah ke aktivitas atau sensasi lain, karena pengaruh kebisingan, cahaya atau perasaan. Persistensi adalah kemampuan untuk tetap terfokus pada suatu kegiatan. Anak yang persistent distractible akan kembali ke satu kegiatan dan menyelesaikannya. Sedangkan anak yang nonpersistent distractible tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Perhatian juga membutuhkan kemampuan untuk menentukan fokus dan menyaring materi yang tidak penting. Mekanisme penyaringan yang lemah mengakibatkan kesulitan dalam memperhatikan informasi atau kejadian relevan secara efisien.

Bayi memiliki kemampuan perhatian beragam. Ketika bayi menggapai-gapai sesuatu atau menatap suatu obyek, perhatiannya dapat teralihkan oleh stimulus lain. Bayi yang distractible akan berhenti menyusu ketika mereka terganggu. Seiring dengan perkembangannya, anak akan belajar untuk memperhatikan secara selektif dan tidak memberikan perhatian pada hal yang tidak relevan. Perhatian selektif berkembang bersama usia mental.

a. Anak usia 2 tahun dapat memusatkan perhatian kepada suatu obyek selama 7 menit,
b. Usia 3 tahun 9 menit,
c. Usia 4 tahun 12 menit,
d. Usia 5 tahun 14 menit.

Jika anak usia 2 tahun bermain dengan mainan selama setengah jam, berarti rentang perhatiannya termasuk panjang. Sebaliknya jika setiap hari ia hanya bermain beberapa menit, diindikasikan rentang perhatiannya pendek. Anak balita yang distractible akan bergerak terus-menerus dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.

Di lingkungan sekolah anak yang distractible sering salah menempatkan benda-benda, tidak dapat menyelesaikan tugas dan terus menerus berpindah ke hal yang baru. Namun demikian rentang perhatian juga bergantung pada tipe stimulus. Jika mainan/kegiatan cukup menarik, anak distractible-pun dapat bermain dengan mainan itu dalam waktu cukup lama.

Meskipun rentang perhatian akan meningkat sesuai dengan usia, namun masih banyak anak-anak yang tetap sulit memusatkan perhatian hingga usia remaja.

Penyebab
Sebagaimana hiperaktif dan impulsif, rentang perhatian pendek (SAS) seringkali disebabkan gangguan perkembangan syaraf. Proses kematangan syaraf yang lambat dan disfungsi otak dapat mengakibatkan SAS.
SAS juga dapat merupakan sifat bawaan. Perbedaan temperamen dapat diamati sejak bayi. Ada anak yang sangat aktif, perhatiannya mudah teralihkan dan bergerak dari satu kegiatan ke kegiatan lain. Anak yang lain dapat sangat persisten, sungguh-sungguh serta tidak mudah teralihkan perhatiannya. Ini adalah suatu proses kerja otak untuk menentukan fokus dan menghilangkan stimulus yang tidak relevan secara tepat. Di samping itu persepsi pun harus tepat.

Persepsi visual dan auditori adalah kemapuan untuk menerima cahaya dan suara, memahami pengertiannya dan berespon secara tepat. Jika anak kurang mampu membedakan hubungan antara fokus dan latar belakang, ini akan mengakibatkan ia kurang dapat memusatkan perhatian. Misalnya, ketika guru berbicara sementara suasana begitu bising, anak tidak dapat memfokuskan perhatiannya pada suara guru sebagai bunyi pokok dan suara bising sebagai latar belakang yang tidak relevan. Di samping itu persepsi visual anak pun menjadi kacau sehingga ia tidak dapat memfokuskan materi visual pokok yang berarti di lingkungannya.

Anak yang tidak memahami tahapan (sequencing) juga akan bingung dan tidak dapat memusatkan perhatian. Tahapan kejadian (pertama, kedua, ketiga dst.) mensyaratkan anak mampu mendengar, memahami, mengingat dan mengambil tindakan yang tepat. Anak kecil yang distractible tidak dapat melakukan "ketuk pintu satu kali, kemudian buka jendela dan kemudian ambil pensil itu."

Faktor lingkungan dan psikologis juga berperan besar dalam menyebabkan SAS. Anak yang merasa cemas dan tidak aman, akan banyak bergantung pada bimbingan dan instruksi orang lain. Mereka tidak dapat mengikat diri (komit) pada satu tugas dan selalu membutuhkan dukungan dan dorongan dari orang lain.

Anak yang kurang matang dan tidak sabar sering menganggap bahwa penyelesaian tugas adalah tidak penting, dan berkata, "Saya ingin mengerjakan hal lain." Oleh karena itu anak seringkali menjadi kecil hati, berhenti mencoba dan tidak menyelesaikan apa yang telah dimulai. Rasa tidak aman dan kurang percaya diri menyebabkan ia tidak mampu memusatkan perhatian dan mudah teralihkan. Di samping itu anak yang banyak berangan-angan dan melamun memiliki perhatian terbatas pada lingkungannya. Masalah dalam memusatkan perhatian juga nampak pada anak dengan kesulitan belajar, terbelakang dan gangguan emosional.

Pencegahan Anak Mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian

1. Memberikan Tugas yang Menjamin Keberhasilan Anak
2. Membimbing Anak Memfokuskan Perhatian
3. Perawatan Kandungan yang Baik

Memberikan Tugas yang Menjamin Keberhasilan Anak
Anak sulit memusatkan perhatian pada suatu tugas jika mereka sering dikritik. Penekanan terus-menerus terhadap kesalahan dan bagaimana seharusnya melakukan sesuatu membuat anak menyerah dan putus asa. Anak akan berusaha menghindari perasaan tidak nyaman ini dengan pindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain dan tidak mau menghadapi kegagalan yang mungkin terjadi dari tugas yang tidak selesai. Kecemasan dihindari dengan cara tidak memberikan perhatian dan secara konstan bergerak ke situasi yang lain. Oleh karena itu untuk mencegahnya, orang tua harus memilihkan tugas yang diyakini akan berhasil dikerjakan anak dan kemudian memujinya ketika anak usai mengerjakannya.

Anak yang merasa tidak mampu akan segera berhenti memusatkan perhatian ketika ia menghadapi situasi yang dianggap sulit dan menimbulkan frustrasi. Rasa mampu dapat ditingkatkan dengan kombinasi pemberian penghargaan/dorongan serta keberhasilan menyelesaikan tugas.

Tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah tidak akan meningkatkan perasaan mampu. Sehingga orang tua perlu memberikan tugas yang cukup menantang yang menimbulkan perasaan ingin mencoba pada anak. Anak yang merasa bahwa "Saya dapat melakukan hal itu" akan memusatkan perhatiannya dan tidak mudah teralihkan.

Membimbing Anak Memfokuskan Perhatian
Cara memfokuskan perhatian dapat diajarkan sejak kecil. Memuji anak yang dapat memusatkan perhatian adalah kunci pencegahan kurangnya kemampuan pemusatan perhatian. Pujilah anak di bawah usia 3 tahun yang dengan gembira sanggup memainkan satu jenis permainan dalam jangka waktu yang cukup lama. Misalnya, mendirikan dua bangunan rumah dari balok-balok.

Ajarkan ketrampilan pengenalan kesamaan dan perbedaan obyek. Pada tugas ini, anak harus memusatkan perhatian pada bentuk yang menonjol dari obyek agar dapat mengenali persamaan dan perbedaannya. "Bagus sekali, kamu bisa mengambil semua balok yang kecil ke sini dan balok yang besar ke sana." Perhatian yang terfokus secara tidak langsung akan menunjang kemampuan persistensi. Jangan lupa untuk selalu memuji bila anak tidak teralihkan perhatiannya atau tidak mengalami frustrasi. "Wah, hebat lho kamu mau mencoba lagi, padahal hampir gagal."

Ajari anak cara menghindari pengalihan perhatian, salah satu caranya yaitu dengan memberikan contoh tetap meneruskan pengerjaan tugas ketika anak mulai mengacau. Dan jika anak pindah dari satu tugas yang belum selesai ke tugas lain, orang tua dapat membiarkannya dan tidak memarahi anak. Kuncinya adalah jangan memberikan perhatian (positif atau negatif) ketika anak teralihkan perhatiannya.

Pada usia 4 tahun anak perlu belajar melakukan diskriminasi pemusatan perhatian. Mereka dapat membedakan kapan harus memusatkan perhatian (ketika seseorang bicara, membaca dll.) dan kapan tidak perlu memusatkan perhatian (bermain bebas, beristirahat, dll.) Kemampuan memusatkan perhatian dan tidak mudah teralihkan ini selanjutnya akan berhubungan dengan kemampuan belajar di sekolah secara efisien.

Perawatan Kandungan yang Baik
Gangguan pemusatan perhatian dapat diakibatkan gangguan pada masa bayi dalam kandungan. Kondisi fisik ibu hamil dan kesehatan mentalnya berpengaruh pada perkembangan otak janindan kurangnya kemampuan memusatkan perhatian. Telah diketahui umum bahwa mengkonsumsi rokok, narkoba, alkohol dan obat-obatan memiliki efek negatif pada perkembangan janin. Di samping itu, masalah psikologis yang serius pada ibu hamil dapat juga membawa pengaruh pada janin. Hasil penelitian menunjukkan, adanya hubungan antara kurangnya kemampuan konsentrasi dan timbulnya masalah kesulitan belajar dengan ketegangan emosional yang lama pada masa kehamilan.

Tindakan Yang Perlu Dilakukan Untuk Menghadapi Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
1. Mengatur Lingkungan/Struktur dan Mengurangi Distraksi
2. Memberikan Imbalan ketika Anak Memfokuskan Perhatian
3. Menggunakan Metode Profesional

Mengatur Lingkungan/Struktur dan Mengurangi Distraksi
Cara yang paling baik untuk anak yang mudah teralihkan perhatiannya (distractible) adalah dengan mengatur lingkungan anak untuk meminimalkan sumber yang dapat mengalihkan perhatian dan memaksimalkan ketertarikan pada stimulus yang perlu diperhatikan.

Agar anak dapat lebih efisien dalam memusatkan perhatian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, misalnya, penggunaan karpet di lantai untuk mengurangi kebisingan. Menyimpan barang-barang tertentu dalam bufet dan laci terkunci. Mengatur meja belajar dengan rapi dan bersih. Membereskan kembali benda-benda setelah selesai belajar atau bermain.

Penggunaan kartu dalam belajar untuk beberapa anak sangat cocok dilakukan, sehingga anak hanya terfokus pada kartu tertentu yang memuat masalah atau gambar yang sedang dipelajari. Anak lain yang mudah terganggu dengan suara bising, dapat menggunakan kapas untuk menutup kuping ketika belajar. Namun demikian kurangi hal-hal tersebut secara bertahap, sehingga anak akhirnya tidak memerlukan menutup kuping lagi.

Pengaturan lingkungan/struktur ini harus dilakukan dengan penuh perencanaan. Jika anak sudah dapat memusatkan perhatian dengan baik pada obyek yang disukainya, maka kemudian mereka harus diperkenalkan pada obyek yang kurang disukai.

Tugas-tugas harian di rumah dan di sekolah pun harus dibuat spesifik, sehingga membuka kesempatan anak untuk berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu berikan rentang waktu yang pendek dengan tambahan waktu untuk istirahat dan bermain. Rentang waktu penyelesaian tugas secara bertahap akan meningkat jika anak mampu memusatkan perhatian dalam periode waktu yang lebih lama. Penggunaan timer dapat berguna sebagai penunjuk batas akhir tugas atau awal periode bermain. Banyak anak senang dengan penggunaan timer ini dan akan merasa lebih mandiri jika perencanaan interval waktunya pun ditentukannya sendiri.

Mengatur lingkungan/struktur itu membutuhkan strategi. Seluruh instruksi harus diberikan secara jelas dan spesifik. Orang tua harus yakin bahwa anak memperhatikan ketika kita memberikan instruksi. Hindarkan pembicaraan yang tidak berguna. Orang tua yang bicara berlebihan mengganggu anak yang memiliki rentang perhatian pendek. Oleh karena itu instruksi yang jelas adalah yang hanya menyangkut aspek yang relevan dari suatu tugas.

Orang tua pun sebaiknya mencontohkan tingkah laku reflektif, yaitu dengan mengajari anak berhenti sejenak (pause), berpikir dan mendengarkan dan bukan bertindak impulsif (segera, tanpa pertimbangan terlebih dahulu). Dengan cara ini anak akan memiliki kerangka berpikir untuk memfokuskan perhatian pada pembicaraan atau tulisan.
Jelaskan tingkah laku apa yang diharapkan orang tua dari anak secara rinci, dan lakukan segala hal secara teratur dan jelas konsekuensinya. Anak yang mengetahui apa yang diharapkan akan merasa aman dan tidak akan mudah teralihkan perhatiannya.

Memberikan Imbalan ketika Anak Memfokuskan Perhatian
Rentang perhatian, dapat ditingkatkan dengan memberi imbalan pada anak ketika ia dapat memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lebih lama. Imbalan dapat berupa pujian atau hadiah kecil. Orang tua atau guru dapat menggunakan metode kontrak atau pemberian token (lihat bagian hiperaktivitas).

Berikanlah imbalan walau sekecil apa pun usaha anak untuk memusatkan perhatian. Imbalan semakin ditingkatkan, jika rentang waktu perhatian lebih besar. Anak akan sangat senang jika orang tua menghargai usahanya sebesar apa pun itu. Sehingga anak tidak menganggap, bahwa orang tua hanya menilai kekurangannya saja.

Usaha ini membutuhkan kesabaran tinggi dari orang tua, karena harus dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Cara ini juga dapat diberikan dalam situasi kelompok (misalnya dalam kelas). Penelitian menunjukkan bahwa dengan memberi imbalan pada seorang anak karena dapat memusatkan perhatian dengan baik akan meningkatkan ketrampilan konsentrasi pada anak lain.

Menggunakan Metode Profesional
Bimbingan khusus oleh guru atau terapis dapat dilakukan di sekolah atau secara privat di rumah. Kuncinya adalah mengajarkan ketrampilan dasar yang dapat meningkatkan kemampuan berkonsentrasi.

Beberapa contoh pengajaran yang dapat dilakukan, misalnya:
• Menentukan kata yang salah dalam kalimat. Hal ini dimaksudkan agar anak menyadari adanya kejanggalan pada suatu hal, "Saya memberi garam pada teh agar terasa manis." Kata mana yang salah, mengapa dan apa yang seharusnya?
• Melatih persepsi figure and ground. Latihan diberikan baik secara visual maupun auditori, gambarkan obyek yang penting dari latar belakang yang kurang penting. Guru di kelas adalah pusat perhatian dan benda-benda yang lain adalah latar belakangnya pada saat itu.
• Melatih berpikir sekuensial (keurutan). Cara ini mengajarkan anak untuk mengetahui tahapan apa yang pertama, kedua, ketiga, dst.

Di samping itu anak dapat diajari menggunakan self-talk untuk membimbing tingkah laku mereka di rumah. "Berhenti, lihat dan dengar" dapat diingat anak dan dilatih dalam berbagai situasi. Anak usia 4 atau 5 tahun pun pun dapat diajari melakukan metode tersebut.

Teknik lain yang dapat digunakan, yaitu, relaksasi dan latihan pernafasan. Ide dasarnya yaitu untuk mengajar anak bagaimana menenangkan dirinya secara fisik maupun psikologis sehingga proses pemusatan perhatian menjadi lebih natural dan efisien. Latihan relaksasi otot cukup efektif untuk anak hiperaktif dan distractible. Sedangkan untuk anak yang mengalami kecemasan, dan ketegangan, atau anak yang merasa tidak aman (ada masalah emosional)dapat melakukan kegiatan bermain yang merupakan bagian dari psikoterapi.

Dengan cara ini masalah dapat ditemukan, dipahami dan diselesaikan, sehingga anak merasa lebih aman akan lebih mampu memusatkan perhatian.

4.07.2009

Egois - Egosentris

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D.
Howard L. Millman, Ph.D.

Orang egois cenderung hanya memperhatikan dirinya sendiri. Mereka hanya peduli dan memusatkan perhatian pada penampilan, kesenangan dan keinginan dirinya lebih dari minatnya terhadap masyarakat. Pada umumnya mereka relatif mandiri dan tidak terpengaruh oleh lingkungan. Perspektif mereka terbatas pada kepedulian akan kegiatan atau kebutuhan pribadinya. Orang yang sangat cerdas dan kreatif juga mandiri, dan seringkali mengabaikan pendapat orang lain dan agak berpusat pada diri sendiri. Perbedaannya adalah bahwa orang kreatif sangat produktif sebaliknya individu narsistik tidak produktif.
Anak secara alamiah memang egosentris. Alam anak balita berpusat pada dirinya sendiri. Seolah-olah "Saya dan alam semesta ini adalah satu." Anak kecil memiliki cara pandang tunggal yaitu terhadap dirinya sendiri. Seiring dengan waktu dan pengalaman, mereka akan belajar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kemampuan untuk melihat dari perspektif orang lain diperlukan sebelum anak memahami bagaimana suatu situasi terjadi dan mengapa atau bagaimana orang lain bereaksi.

Anak kecil berbicara secara egosentris tentang dirinya sendiri. Lambat laun percakapan ini akan berubah menjadi percakapan yang lebih mendalam yang melibatkan proses-proses persepsi, abstraksi dan generalisasi. Pada usia 4 atau 5 tahun, ketrampilan komunikasi yang adekuat berkembang. Percakapan dan tingkah laku egosentris semakin berkurang dan ini menunjukkan pribadi yang utuh. Anak TK akan lebih menyadari cara pandang dirinya dan orang lain. Pada usia 6 - 9 tahun anak belajar mengenai sikap dan opini orang lain.
Bagaimanapun mereka masih merasa sangat yakin dengan cara pandang mereka dan tidak mudah untuk memiliki pendirian/sikap netral dan tidak memihak.

Selama tahun-tahun awal sekolah, anak belajar kritis dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Proses ini berkembang dapat melalui pengalaman langsung atau melalui simpati karena membayangkan pengalaman orang lain. Hal yang wajar bagi anak TK adalah tanda kesulitan bagi anak yang lebih tua. Pada usia 5 atau 6 tahun anak harus menyadari akibat tingkah lakunya pada orang lain. Anak belajar memproyeksikan dirinya ke dalam posisi lain. Kepedulian pada orang lain (atau binatang) dapat direalisasikan dengan membayangkan apa yang akan terasa bila mereka terluka atau disakiti. Anak mencoba mengalami bagaimana rasanya diperlakukan tertentu. Mereka membayangkan beragam peran, bertingkah seperti binatang atau orang yang mereka lihat dalam kehidupannya atau di televisi. Dengan mengenakan pakaian dan bertingkah seperti seseorang, mereka belajar untuk memahami orang lain.

Indikator yang menunjukkan adanya masalah egois, antara lain
1. Produktivitas rendah. Karena, terlalu mempedulikan perasaannya sendiri mengakibatkan interaksi yang kurang produktif dengan orang lain. Kondisi ini terjadi pada anak yang dimanja yang memperoleh segala hal yang mereka inginkan tanpa berusaha.
2. Individu egois memiliki konsep diri yang rendah dan cara pandang negatif terhadap orang lain.
3. Kurang mampu bergabung dalam satu kelompok. Anak egois/egosentris seringkali mengalami kesulitan menjalin relasi dengan teman sebayanya. Mereka tidak memandang partisipasi mereka sebagai "kita" melakukan sesuatu bersama-sama, tetapi lebih sebagai "Saya" menginginkannya.

Penyebab Timbulnya Sifat Egois - Egosentris
1. Rasa Takut
2. Sikap Manja
3. Kepribadian Tidak Matang

Rasa Takut
Anak bersikap egois karena ketakutan, terhadap kedekatan dengan orang lain, penolakan, ditinggalkan atau perubahan yang seluruhnya dapat saling berhubungan sehingga merupakan ketakutan secara menyeluruh terhadap kehidupan. Rasa takut yang tertanam dalam diri seseorang menyebabkan ia takut berhubungan dengan orang lain sehingga hanya peduli pada keselamatan dirinya sendiri.

Anak yang ditinggalkan (secara fisik dan atau psikologis) atau ditolak akan merasa takut dan marah. Mereka hanya memusatkan perhatian pada diri sendiri dan hanya peduli pada keselamatan dan kebahagiaan pribadinya tanpa menghiraukan perasaan atau peduli pada orang lain.

Anak yang seringkali merasa terluka oleh orang lain, mengembangkan perasaan takut berhubungan dengan orang lain. Dengan tidak melibatkan dirinya dalam hubungan dengan orang lain, mereka tidak akan terluka. Akibatnya anak menjadi egois dan egosentris.

Anak yang takut, memandang perubahan hidup sebagai pemicu kecemasan. Mereka melihat sesuatu hanya melalui cara pandangnya sendiri dan pemahaman terhadap cara pandang orang lain dianggap sebagai perubahan yang menakutkan. Oleh karena itu ketakutan akan perubahan dapat menyebabkan dan atau memperberat sifat egosentris.

Komplikasi lebih jauh adalah bahwa anak egois seringkali gelisah terhadap akibat negatif yang mungkin terjadi karena tingkah laku mereka. Oleh karena itu pula mereka tidak mau berbagi perasaan atau ide dengan orang lain.

Penyebab lain dari perilaku egois adalah ketakutan yang ditimbulkan oleh orang tua yang mengejek secara tidak terduga atau tidak konsisten dalam pola asuh anak mereka. Ketidak pastian dan keraguan orang tua dapat juga menyebabkan timbulnya ketakutan dan sikap egois pada diri anak.

Sikap Manja
Orang tua memanjakan anak dengan terlalu melindungi dan memberikan segala hal. Penyebab orang tua memanjakan anak:
1. Orang tua berusaha mencegah segala ketidak nyamanan dan terdorong untuk memenuhi seluruh keinginan anak.
2. Orang tua yang pada masa kecilnya kekurangan, menginginkan anak mereka memiliki segala hal yang tidak mereka peroleh dulu.
3. Orang tua yang tidak mengharapkan memiliki anak, akan merasa bersalah, dan bereaksi berlebihan dengan terlalu mempedulikan dan terlalu baik pada anak-anaknya.
Anak yang manja menjadi tidak toleran, tidak mampu mengatasi masalah, bersikap egois dan egosentris. Mereka hanya peduli pada orang yang mempedulikan mereka, kurang sabar, tidak toleran pada orang lain, kurang percaya diri, memiliki fantasi menjadi hebat dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.

Orang tua yang terlalu melindungi anak dari frustrasi akan marah ketika seseorang bersikap tidak adil pada anaknya. Mereka dengan cepat berpihak pada persepsi anak, bahwa orang lain lah yang bersalah. Anak diajari untuk mempertahankan haknya dan tidak mengalah. Anak akan menjadi individu egois yang tidak peduli pada keadilan terhadap orang lain.

Anak tunggal memiliki kesempatan besar dimanja orang tuanya. Anak dipuja dan dilindungi berlebihan. Ia kurang dilatih untuk bertanggung jawab. Tidak adanya saudara untuk berbagi benda atau ide mengkibatkan anak hanya berpusat pada diri sendiri, terbiasa menjadi pusat perhatian dan hanya melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri.

Tidak Matang
Untuk menghilangkan sikap egois, tingkat kematangan tertentu harus diraih. Contohnya, anak harus belajar mengendalikan dorongan-dorongannya agar dapat menerima tuntutan lingkungan. Anak yang tidak tolerir pada frustrasi dan selalu memperoleh apa yang diinginkan, tidak dapat mengendalikan diri. Mereka selalu merasa benar dan tetap melakukan segala hal sesuai keinginannya. Mereka tidak dapat bertanggung jawab. Di samping itu anak yang tidak matang, tidak mengembangkan persepsi sosial serta tingkah laku yang tepat, sehingga ia tidak mampu mengambil keputusan atau bertindak dengan tetap peduli pada orang lain. Oleh karena itu tingkah lakunya seringkali tidak tepat dan tidak sensitif.

Beberapa anak belum belajar tingkah laku matang bahkan untuk tingkat yang paling sederhana. Penyebabnya antara lain karena keterbelakangan, gangguan bicara dan gangguan belajar. Di sini, anak menjadi egois karena belum belajar peduli terhadap kepentingan orang lain. Mereka belum atau tidak termotivasi belajar bagaimana merasakan perasaan orang lain. Anak-anak ini juga perlu mempelajari nilai kepedulian pada orang lain.

Mencegah Sifat Egois - Egosentris
1. Meningkatkan Penerimaan Diri
2. Memberikan Contoh dan Mengajari Kepedulian terhadap Orang Lain
3. Memberi Tanggung Jawab

Meningkatkan Penerimaan Diri
Egois dapat segera dihilangkan dengan cara meningkatkan penerimaan diri (self-acceptance) dan rasa aman anak. Dengan cara ini anak akan peduli pada kesejahteraan orang lain. Anak tidak akan khawatir dengan dirinya sendiri sehingga tidak merasa perlu untuk terlalu memperhatikan dirinya atau menarik perhatian orang lain. Konsep diri positif akan terbentuk karena anak merasa diterima dan dicintai orang tuanya. Di sini orang tua harus menerima anak dengan penuh empati, menghargai kelebihan serta kelemahan anak. Sehingga, meskipun ada pengaruh negatif ataupun tekanan di luar rumah (teman sebaya, sekolah, figur otoritas, dll.) bila anak merasa dicintai maka mereka akan tetap merasa berharga. Anak yang merasa tidak diterima orang tuanya akan lebih rentan terhadap hal-hal negatif atau tekanan di luar rumah.
Mencintai anak dapat dipandang sebagai penghargaan positif dan kepedulian atas kondisi anak apa adanya. Orang tua harus menyatakan pada anak bahwa mereka berharga dan bahwa anak dicintai tidak hanya ketika mereka bertingkah laku baik saja. Cara ini akan membuat anak merasa diterima dan menimbulkan rasa aman, dan juga mendorong perkembangan individu yang mandiri secara psikologis. Kepedulian, minat dan perhatian pada pemikiran, perasaan dan aktivitas anak, tidak hanya perlu diungkapkan secara verbal, tapi juga secara fisik, misalnya, dengan pelukan, jabatan tangan atau menaruh tangan di bahu.

Hindari kritik yang terus-menerus karena ini tidak akan meningkatkan penerimaan diri. Suasana keluarga yang penuh ketegangan, kemarahan dan mudah tersinggung menyebabkan harga diri yang rendah. Persaingan antar saudara yang terus menerus (karena orang tua membanding-bandingkan) akan menimbulkan stress, rasa tidak aman, sehingga anak berusaha menghindarkan atau mengurangi kritik dengan cara negatif.

Memberikan Contoh dan Mengajari Kepedulian terhadap Orang Lain
Orang tua yang egois cenderung akan memiliki anak yang tidak menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Model/contoh, memiliki pengaruh sangat besar pada anak. Anak akan peduli pada orang lain jika orang tua pun peduli pada anak dan orang lain. Di sini orang tua perlu menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain, menyediakan waktu, tenaga atau uang untuk orang yang membutuhkan.

Di samping itu, perhatian terhadap orang lain ditunjukkan dengan mengamati dan mendiskusikan penderitaan orang di sekitar kita. Dengan menampilkan dan mengekspresikan perasaan orang yang terkena musibah, anak akan belajar memberi perhatian pada orang-orang tersebut. Hindari penggunaan humor yang mempermainkan kekurangan orang lain, karena sikap ini menunjukkan ketidak pedulian.

Kebahagiaan harus dipandang sebagai sesuatu yang dapat dicapai setiap orang. Sehingga anak akan berusaha membantu orang lain mencapai tujuan kebahagiannya, dan ikut berbahagia dengannya. Bila sikap egois dan keinginan menguasai pada anak dibiarkan berkembang, hal itu akan sangat berbahaya bagi perkembangannya kelak.

Empati adalah memahami seseorang dengan cara pandang orang tersebut. Orang tua harus mencoba melihat segala sesuatu dari perspektif anak. Cara ini dapat dicapai dengan melakukan komunikasi antara orang tua dengan anak.
Orang tua dapat mengatakan pada anak yang sedang marah, "Pasti tidak enak, tidak diundang ke pesta." Pernyataan ini menunjukkan pemahaman tentang perasaan anak. Diskusi dan saran yang membantu dapat diberikan kemudian. Tak perlu memarahi anak,
karena ini akan menyebabkan anak merasa terluka, sedih, frustrasi dan marah.

Empati dapat secara langsung diajarkan dengan diskusi mengenai adanya perbedaan situasi yang menimbulkan perasaan yang berbeda pula pada setiap orang. Carilah waktu yang tepat untuk mendiskusikan hal ini, misalnya pada saat makan malam.

Memberi Tanggung Jawab
Ajarilah anak bertanggung jawab, karena ini merupakan metode yang baik untuk belajar tentang kepedulian terhadap orang/makhluk lain. Misalnya, memelihara binatang. Sesuaikan tingkat tanggung jawab dengan kemampuan anak. Anak usia 4 dan 5 tahun dapat meletakkan makanan pada tempat makan binatang atau bermain lempar bola pada kucing. Tugas lain seperti membantu ibu mengurus bayi (mengambilkan popok, menyanyikan lagu, mengusir nyamuk) akan menyenangkan anak, karena anak puas dapat menolong orang lain. Ajaklah anak untuk membantu orang yang cacad, misalnya membacakan buku untuk orang buta, atau membantu orang cacad berjalan.

Melaksanakan tugas sehari-hari adalah contoh belajar bertanggung jawab lain yang cocok. Anak akan merasa telah berbuat penting untuk keluarganya. Menyapu, membuang sampah, mengatur meja, dll. adalah jenis pekerjaan rumah yang dapat dilakukan anak. Sesuaikan tugas dengan usia dan kemampuan anak, dan jangan membuat anak terlalu sibuk dan terbebani. Biarkan anak menganggap pekerjaan sehari-hari sebagai hal wajar dalam kehidupan keluarga. Sebelumnya diskusikan pembagian tugas dengan seluruh anggota keluarga, sehingga anak benar-benar merasa terlibat. Bagi beberapa anak, penyusunan daftar tugas secara tertulis akan membuat mereka mengetahui tanggung jawab ayah dan ibunya. Anak perlu didorong untuk selalu berpartisipasi dalam proses pembuatan kepu tusan dalam pelaksanaan tanggung jawab.

Tindakan Yang Perlu Dilakukan Untuk Menhadapi Anak Egois
a. Mengajarkan Empati dengan Menggunakan Role Playing
b. Memberi Contoh, Berdiskusi dan Memberikan Dukungan pada Perilaku Peduli
c. Memperlihatkan dan Membicarakan Akibat Negatif dari sikap Egois

Mengajarkan Empati dengan Menggunakan Role Playing
Role Playing atau bermain peran merupakan metode yang dapat digunakan mengurangi sikap egois untuk segala usia. Role playing, ialah bertingkah laku dan berbicara seperti sifat/karakter orang tertentu. Dengan mengenakan kostum atau topeng akan merangsang anak untuk mengekspresikan tingkah laku sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Kostum Role Playing dapat dibuat dari pakaian bekas dan anak dapat dilibatkan dalam perencanaan tema yang bisa berupa kejadian sehari-hari atau cerita fantasi.

Penggunaan Puppet (boneka seperti dalam Sessame Street) adalah alat yang sangat baik untuk mengekspresikan perasaan. Anak dapat mengadakan suatu pertunjukkan puppet dan kemudian bergantian peran. Dengan berpikir dan bertindak seperti peran tertentu, ia akan mampu merasakan dan memahami orang lain. Sebagai contoh, pada mulanya, orang tua berakting sebagai anak egois, kemudian bertukar peran dengan anak. Ketika anak berperan sebagai anak egois, orang tua berperan sebagai anak yang tidak egois dan memberi contoh mengenai kepedulian. Anak juga dapat berperan seperti orang tua, guru, atau figur otoritas lain dan orang tua bertindak sebagai anak. Dengan pengalaman ini, anak akan merasakan bagaimana tingkah laku egois itu dengan melihat akting orang tuanya (yang berperan sebagai anak egois), seperti, tidak mau mendengar omongan orang lain, selalu memotong pembicaraan, mau menang sendiri, tidak sabar, tidak peduli terhadap cara pandang orang lain, dll.
Pendekatan lain adalah dengan merekam dalam tape recorder ketika anak bicara egois dan kemudian mendengarkan kembali. Anak akan terkejut mendengar diri mereka yang egois, merengek, mengeluh atau atau berbicara kasar.

Jadi dengan role playing, anak belajar tentang buruknya egoisme dan berlatih bagaimana bertindak tidak egois dan mengembangkan empati dan toleransi pada orang lain, agar ia tidak ditolak orang lain. Goal dari role playing ini adalah meningkatkan minat dan kepuasan dalam menolong orang lain.

Salah satu cara lain untuk anak usia 4-6 tahun adalah dengan bercerita bergantian. Orang tua menceritakan suatu kisah yang tokohnya adalah seorang anak yang menghadapi suatu masalah dan harus dipecahkan dengan tingkah laku yang tidak egois. Selanjutnya anak yang bercerita dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam cerita tersebut. Kalau perlu orang tua juga mengajukan solusi lain yang lebih baik dalam cerita anak. Pointnya adalah fokus pada pernyataan verbal dan tingkah laku yang mencerminkan empati.

Memberi Contoh, Berdiskusi dan Memberikan Dukungan Pada Perilaku Peduli
Peduli adalah berminat memperhatikan sesuatu atau seseorang. Jika seseorang peduli maka ia akan berbagi dengan orang lain. Orang tua perlu mencontohkan dan mengajarkan pada anak bagaimana peduli dan berbagi pada orang lain. Dan jangan lupa untuk selalu memotivasi dengan memberikan pujian agar anak meningkatkan kepedulian pada orang lain.

Libatkanlah anak dalam proyek yang membutuhkan kerjasama dan saling membantu satu sama lain. Misalnya, mengumpulkan uang sumbangan, mengajar anak yang kurang mampu, membaca untuk orang tuna netra dll. Rancanglah suatu kegiatan kelompok di mana anak harus menolong anak yang lain. Sehingga anak akan belajar bagaimana caranya menolong orang lain.

Guru kelas juga dapat diajak bekerja sama untuk merancang kegiatan kelas yang dapat meningkatkan interaksi kelompok yang baik

Dalam mengubah sikap egois, ada prinsip umum yang berlaku, yaitu sikap positif. Kepedulian pada anak akan berkembang bila ada kepercayaan anak kepada orang tua/orang lain yang menunjukkan sikap penuh kehangatan dan pemahaman terhadap pribadi mereka. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan perasaan positif sebagai bagian dari satu unit (keluarga, sekolah, bangsa, dll.).

Diskusi dapat difokuskan pada bagaimana mengubah tingkah laku menjadi lebih baik di rumah. Beberapa contoh adalah tidak boleh berteriak, menjaga kerapian, sukarela membantu orang lain sebelum diminta, mengerjakan segala sesuatu dengan segera dan tidak meninggalkannya begitu saja, dll. Persamaan harus lebih ditekankan dan bukan perbedaannya. Tujuannya adalah mengubah sikap egois kepada kepedulian dan rasa memiliki dalam kelompok.

Memperlihatkan dan Membicarakan Akibat Negatif dari sikap Egois
Tidak akan berguna berdiskusi tentang sikap egois ketika anak bersikap egois. Diskusi harus dilakukan dalam kondisi menyenangkan.
Ketika anak bersikap egois, ia harus diingatkan dengan halus. Situasi egois harus didiskusikan agar anak menyadari akibat negatif dari tingkah laku mereka. Contoh sikap egois misalnya, tidak mau memberi giliran pada orang lain, ingin selalu memperoleh pertama kali, tidak mau mendengar ketika orang lain bicara. Dan akibat dari egois adalah anak tidak disukai teman-temannya dan akhirnya tidak memiliki teman. Oleh karena itu konsep kuncinya adalah membantu anak melihat bahwa tingkah laku egois justru mengakibatkan "mereka tidak memperoleh apa yang diinginkan." Popularitas, teman bermain, reputasi yang baik, dll. Adalah tujuan yang seringkali diinginkan anak.

Anak egosentris seringkali merasa dirinya benar. Ini penting dibicarakan untuk mengklarifikasi kesalah pahaman mereka dan salah konsepsi yang menyebabkan cara pandang mereka menjadi egosentris. Memandang orang lain sebagai hal yang buruk atau berbahaya menyebabkan anak terpusat pada perhatian atas keamanan dirinya. Oleh karena itu orang tua perlu mengubah persepsi yang salah yang terbentuk dari pengalaman masa lampaunya. Anak juga perlu belajar lebih terbuka dan tidak kaku dengan harapan-harapan dan persepsi mereka.

Ajarilah anak untuk melakukan pendekatan pemecahan masalah secara rasional yang membutuhkan pemahaman dari segala sudut pandang. Sehingga secara tidak langsung anak belajar mengenai perspektif orang lain.



12.31.2008

Impulsif

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Anak dikatakan impulsif jika bertindak secara spontan/cepat, tiba-tiba, kasar, memaksa, tanpa perencanaan, tanpa pertimbangan (tidak peduli dengan konsekuensi dari perbuatannya), dan kurang dapat menunda pemuasan keinginannya.

Biasanya anak di bawah usia 8 tahun relatif lebih impulsif dari pada anak usia 9 - 18 tahun. Orang tua sering memandang impulsivitas sebagai agresi, ketidakmatangan emosi. Anak-anak ini sering berkelahi dan bertengkar sehingga dianggap sebagai anak nakal yang mau menang sendiri. Kemampuan menunda kepuasan adalah hal penting dalam perkembangan pribadi individu dan sebagai bahan dasar untuk melakukan interaksi sosial yang tepat dan memuaskan.


Penyebab
  1. Impulsivitas ekstrim diyakini disebabkan karena masalah organis, di mana mekanisme otak mengalami hambatan fungsional.
  2. Secara organis dapat bersifat genetik atau gangguan neurologis.
  3. Beberapa anak sejak lahir sudah membawa potensi impulsif yang menyebabkan ia bereaksi seketika pada banyak situasi.
  4. Penyebab impulsivitas lain yang sering terjadi adalah kecemasan dan faktor budaya. Anak yang cemas dan tegang (dengan berbagai konflik psikologis) seringkali bertindak seolah-olah dia berada dalam keadaan panik. Mereka bertindak dengan pikiran pertama mereka dan tidak dapat memutuskan untuk berpikir dengan cara yang lebih tenang. Demikian pula anak yang sedih dan pesimistik seringkali memilih imbalan kecil dan segera untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan anak yang gembira seringkali memilih imbalan besar meski tertunda.
  5. Faktor belajar. Anak mencontoh tingkah laku impulsif dari lingkungannya atau dari keluarga dekatnya.

Pencegahan Impulsivitas

Mengajari Menunda Kepuasan :
Anak kecil perlu belajar untuk menunggu atau menunda memperoleh kepuasan dengan segera. Tujuannya agar anak mampu mengendalikan ketegangan atau kemarahannya. Cara ini perlu diajarkan orang tua dengan tegas, namun bukan dengan kemarahan. Kemarahan hanya membuat anak mengasosiasikan bahwa menunggu adalah pengalaman yang tidak menyenangkan.

Ajarilah anak melakukan "Self-Talk" (berkata pada diri sendiri untuk mensugesti atau memotivasi diri). Misalnya mengatakan "Saya bisa menunggu". Pada awalnya dengan suara keras sampai tertanam dalam hatinya. Jangan lupa untuk selalu memuji bila anak melakukan hal dengan benar.

Anak juga dapat diajari menunggu dengan menggunakan fantasi. Contohnya anak diminta membayangkan bentuk mainan yang diinginkannya, atau aktivitas lain yang menyenangkan. Cara ini akan mengalihkan perhatian mereka dari keinginan untuk memperoleh sesuatu dengan segera.

Bermainlah bersama anak. Melalui permainan, orang tua dapat mengajarkan kesabaran dan kepedulian pada orang lain. Misalnya orang tua memainkan boneka (puppet) yang berperan sebagai tokoh sabar dan mau menunggu giliran. Dengan bercerita, bermain peran atau menggambar, orang tua dapat mengajarkan cara mengendalikan diri.

Cara lain adalah membuat anak menyadari akibat/konsekuensi perbuatannya pada orang lain, sehingga anak akan berusaha menunda responnya. Ketidaksabaran dan keinginan memiliki suatu benda dengan segera akan menyebabkan orang lain tidak nyaman.

Memberikan imbalan pada tingkah laku anak adalah cara yang sangat baik meskipun harus dilakukan hati-hati. Jika saudara mereka (terutama adik) dapat menunggu dengan sabar tanpa mengeluh, maka adiknya akan memperoleh hadiah. Secara tidak langsung anak belajar bahwa menunggu memiliki konsekuensi positif.

Mengajari Proses Pemecahan Masalah
Di sini anak diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Salah satu caranya adalah dengan diskusi antara orang tua dan anak mengenai suatu kasus. Anak harus belajar bahwa ada banyak alternatif penyelesaian masalah.
Contoh kasusnya, misalnya apa yang harus dilakukan anak jika anak merasa marah dan sedih karena temannya menolak bermain dengannya. Alternatif pemecahannya:
  • Anak dapat diajari mengatakan pada temannya, "Jika kamu mau bermain puzzle dengan saya, maka saya akan bermain permainan kesukaannmu."
  • Atau anak diminta berkata pada dirinya, "Saya ingin sekali main puzzle dengan dia sekarang, tetapi saya akan menunggu sampai dia mau bermain nanti."
  • Alternatif lain adalah orang tua bertanya apakah ada kegiatan pengganti yang dapat menyenangkan bagi kedua anak.
Selain menyarankan solusi, orang tua juga harus mendiskusikan kemungkinan reaksi yang akan muncul dari orang lain. Anak yang kurang trampil memecahkan masalah seringkali merasa putus asa/tidak berdaya atau bahkan menjadi impulsif. Oleh karena itu anak harus memahami masalah, mengembangkan solusi alternatif, belajar menanganinya, menyadari akibat tindakannya dan menyadari reaksi serta perasaan orang lain. Cara di atas selain merupakan bentuk spesifik pencegahan impulsivitas, juga dapat dipandang sebagai bimbingan agar trampil menyesuaikan diri di lingkungan sosial.

Cara ini juga dapat digunakan bagi remaja. Saat makan malam atau ketika bercakap-cakap secara pribadi, orang tua dapat mendiskusikan cara pemecahan masalah dan meminta anak memikirkan sejumlah contoh kasus. Tunjukkan proses berpikir dan jangan melakukan jumping conclusion.

Banyak remaja merasa bahwa dengan berbicara pada orang tua, mereka akan memahami alternatif atau antisipasi konsekuensi dari suatu kejadian. Sehingga mereka juga belajar mempersiapkan pemecahan masalah jika masalah itu muncul.

Tindakan Yang Perlu Dilakukan Dalam Menghadapi Impulsivitas
  1. Mengajari Pemecahan Masalah
  2. Mengajari Self Talk
  3. Memberi Imbalan pada Tingkah Laku Reflektif dan Hukuman pada Tingkah Laku Impulsif
  4. Memberi Tanda/Isyarat
  5. Metode Profesional

Mengajari Pemecahan Masalah
Bisa jadi orang tua sering melihat reaksi impulsif yang ditampilkan anak, namun tidak menyadari bahwa anak mungkin tidak tahu tahapan yang dibutuhkan untuk bertindak dengan penuh pengendalian dan pertimbangan. Anak-anak seringkali merasa tidak berdaya dan sangat frustrasi bila usahanya tidak berhasil sehingga memunculkan reaksi marah dan sedih. Oleh karena itu orang tua perlu secara aktif mengajarkan cara berpikir.
  • Sebab Akibat : "Jika kamu memukul temanmu, maka mereka akan kesal."
  • Kemungkinan (probabilitas) : "Apa yang akan terjadi jika kamu selalu menyela orang yang sedang bicara?"
  • Konsekuensi dari suatu tindakan.
  • Solusi alternatif untuk satu persoalan : "Jika tidak ada orang di rumah, kamu dapat menelpon orang tua di kantor, pergi ke tetangga, atau bermain di luar sampai orang tua pulang"
Tanyakan apa yang terpikir untuk dilakukan oleh anak. Tujuannya, agar anak dapat berpikir lebih jauh dan mengevaluasi hasil beberapa solusi.

Berapa pun usia anak, orang tua dapat mengajarkan cara pemecahan masalah sesuai usianya. 15 menit diskusi adalah investasi waktu yang bernilai tinggi. Kuncinya adalah persepsi anak bahwa orang tua tidak menyalahkan atau mengkritik tetapi benar-benar berminat untuk membantu anak agar menjadi lebih reflektif (penuh pertimbangan) dan efektif. Anak impulsif perlu dipersiapkan agar bertindak lebih bertanggung jawab dan dengan pemikiran terlebih dahulu. Bersabarlah, karena mereka membutuhkan pengkondisian sampai mereka dapat tenang secara otomatis.

Mengajari Self Talk
Self-talk sebagai bentuk dari penundaan pemuasan keinginan adalah metode yang sangat kuat dalam mengatasi impulsivitas. Anak harus belajar untuk menunda kenikmatan. Menunggu giliran dalam suatu permainan, tidak makan permen sebelum makan malam, tidak menyela pembicaraan, tidak mengungkapkan ide tanpa berpikir terlebih dahulu, semuanya harus diajarkan. Dengan mengajari mereka melakukan self-talk akan membantu anak menjadi sabar, anak secara bertahap akan belajar menerapkannya dalam berbagai situasi.

Orang tua harus menjadi contoh efektif menggunakan self-talk dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Misalnya, orang tua mengatakan di depan anak, "Sebentar, Mama akan berpikir dulu sebelum mengerjakannya."

Orang tua juga dapat bermain sandiwara untuk memperlihatkan cara berpikir dan bertindak dalam masalah tertentu. Jika seorang anak mengalami kesulitan, misalnya, menghadapi ejekan teman sebayanya, orang tua dapat berperan sebagai anak yang berada pada situasi tersebut dan berpura-pura berpikir serta melakukan tindakan yang tepat:
  • "Saya tidak akan memukulnya meskipun saya marah. Saya akan mengatakan padanya bahwa saya marah dan ia tidak boleh mengejek lagi"
  • "Saya marah diejek seperti itu, kamu tidak boleh bilang begitu."
  • Berpura-pura temannya tidak mau berhenti mengejek, orang tua kemudian berkata, "Saya akan pergi dan tidak peduli" (dan berpura-pura pergi). Tipe role playing seperti ini sangat mendidik.

Self-talk dapat ditingkatkan dengan sangat dahsyat dengan menggunakan kartu pengingat atau gambar yang digambar sendiri oleh anak atau orang tua. Gambar mengingatkan anak bagaimana bertindak tepat. Anak yang tidak mendengar orang lain dapat menggambar muka dengan telinga besar dan tulisan di bawahnya DENGARKAN APA YANG DIKATAKAN ORANG LAIN. Kartu besar bertuliskan BERPIKIR SEBELUM BERTINDAK dapat dipajang. Kuncinya adalah agar anak belajar membayangkan kartu tersebut ketika akan bertindak dalam setiap situasi. Oleh karena itu ketika guru atau orang tua bicara, anak berkata pada dirinya sendiri, "Dengarkan apa yang dikatakan Bapak/Ibu" atau "Pikir dulu sebelum bertindak".

Memberi Imbalan Reflektif dan Hukuman Untuk Tindakan Impulsif
Selain imbalan yang diberikan orang tua, anak harus diajari cara memberi imbalan pada diri sendiri (self-reinforcement), ketika mereka berhasil menunggu, atau mempertimbangkan pendekatan yang lebih baik pada suatu situasi. Sebaiknya, kapan pun anak yang impulsif berhasil menunda suatu respons dan menyadari konsekuensinya, orang tua harus mengetahuinya. Orang tua harus menangkap saat ketika anak mampu bertoleransi terhadap frustrasi dan segera memperkuat kejadian yang jarang tersebut. "Hebat sekali, meskipun kamu kehilangan mainan tapi kamu tetap mau bermain." Ketika anak bertindak impulsif, berilah anak kesempatan untuk menyadari alternatif tindakan lain dan kemudian memberi imbalan kepadanya. Banyak anak impulsif dapat menurunkan tingkat impulsivitasnya dengan cara ini.

Bila kurang berhasil cobalah cara "time out". Misalnya ketika anak bicara terus-menerus secara impulsif atau tiba-tiba bertindak semaunya, ingatkan dia untuk berhenti dan masuk ke dalam kamarnya (Time Out) sampai ia tenang. Bila orang tua menggunakan imbalan dengan sistem pemberian point, maka pada saat time out, point dapat dikurangi. Waktu ekstra untuk bermain, mengerjakan tugas bebas atau menonton telelvisi dapat digunakan sebagai imbalan harian. Syaratnya, harus ada batasan dan harapan yang tegas dan dijelaskan dengan pemberian sanksi.

Memberi Tanda/Isyarat
Buatlah tanda, misalnya dengan mengacungkan jempol kiri dan jari telunjuk, untuk menunjukkan pada anak yang sangat impulsif bahwa ia sedang bertindak impulsif dan harus segera mengendalikan dirinya. Dalam keadaan stress, anak yang melihat tanda ini akan menjadi tenang, dan berhenti bertindak atau bicara impulsif. Mereka juga belajar memberi tanda tersebut pada dirinya sendiri untuk menenangkan diri dan menjadi lebih terkendali. Belajar memuji dirinya sendiri bila bertingkah laku yang lebih baik adalah penting.

Metode Profesional
Sama dengan hiperaktivitas, ada beberapa metode yang digunakan para profesional yang secara khusus efektif pada anak impulsif. Banyak bentuk digunakan untuk meningkatkan perasaan tenang psikologis dan fisiologis. Relaksasi otot dan bermacam prosedur biofeedback dapat digunakan. Kontroversial tapi seringkali efektif, adalah penggunaan psikotropika untuk anak yang sangat impulsif yang tidak berespon terhadap pendekatan lain. Anak yang sangat impulsif dapat menggunakan kombinasi metode profesional dan metode orang tua. Bahkan anak yang sebelumnya membutuhkan pengobatan secara medis dapat menguranginya jika metode dari orang tua berhasil digunakan.


12.30.2008

Hiperaktif

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Gerakan fisik yang berlebihan (di atas normal atau di atas batas yang dapat diterima) disebut dalam istilah hiperaktivitas (hyperactive). Orang tua dapat dengan mudah mengenali gangguan ini dengan melihat jumlah dan derajat aktivitas yang dilakukan secara konstan, tidak sengaja dan berbeda dari anak sebayanya dengan jenis kelamin yang sama. Informasi obyektif juga dapat diperoleh dari teman atau guru, misalnya; ketika berada di kelas atau berekreasi.

Hiperaktivitas ditunjukkan dengan aktivitas yang tidak produktif dan tidak bertujuan, berbeda dengan dengan anak cerdas yang aktif akan melakukan tindakan produktif dan terarah/bertujuan. Indikator praktis bagi orang tua untuk menentukan hiperaktivitas adalah seringnya anak bergerak dalam suatu ruangan, mondar-mandir, memanjat-manjat dan sering gagal menyelesaikan tugas karena terlalu banyak melakukan aktivitas. Mereka sulit duduk tenang dan selalu ada anggota tubuh yang bergerak.

Penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak yang berasal dari golongan ekonomi lemah lebih banyak yang mengalami gejala hiperaktivitas dibanding anak perempuan dan anak yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas.
Harus dibedakan pula antara hiperaktif dengan over aktif (tingkat aktivitas tinggi). Over aktif umum terjadi pada anak usia 2 dan 3 tahun, anak terbelakang yang berusia mental 2 atau 3 tahun, anak yang senang bereksplorasi, anak yang sangat cerdas, anak yang banyak dilarang orang tua dan anak yang berada dalam lingkungan yang kurang mendukung perkembangannya. Penelitian menemukan bahwa 5 - 10 % dari seluruh anak adalah hiperaktif. Dan dari seluruh anak yang dikirim ke klinik tumbuh kembang anak, sekitar 40 %-nya adalah hiperaktif. Over aktif dapat berkurang dengan bertambahnya usia dan kematangan anak, tetapi hiperaktif dan kurang konsentrasi dapat berlanjut sampai masa dewasa.

Penyebab
  1. Temperamen sangat aktif sejak lahir.
  2. Faktor genetik
  3. Disfungsi pada beberapa bagian otak yang menyebabkan munculnya gerakan berlebihan yang tidak beraturan.
  4. Pembesaran kepala dan keracunan.
  5. Pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya perlakuan orang tua karena perlakuan orang tua dapat menyebabkan atau memperberat hiperaktivitas anak tetapi juga dapat meningkatkan aktivitas yang terarah.
  6. Penyebab berikutnya, meskipun jarang terjadi adalah adanya electrical brain malfunctioning, gangguan endokrin dan tumor. Pada kasus-kasus yang jarang tersebut, dibutuhkan diagnosis yang tepat dan penanganan medis terbaik.
  7. Beberapa kasus alergi dikatakan dapat menyebabkan reaksi-reaksi hiperaktivitas pada anak. Feingold menyusun suatu diet dengan mengurangi makanan tertentu yang mengandung bahan pengawet, aspirin dan salisilat. Biasanya orang tua mengalami kesulitan melarang anaknya agar tidak makan es krim, soft drink,biskuit dan buah-buahan/sayuran tertentu, namun demikian bukti ilmiah belum menunjukkan adanya efektivitas diet ini.
Oleh karena itu penting untuk mengetahui penyebab hiperaktivitas yang terjadi pada anak, dengan menggunakan pemeriksaan medis dan psikologis. Yang paling baik adalah bila pemeriksaan dilakukan secara multi-disiplin.

Kesadaran akan adanya masalah neurologis yang menyebabkan hiperaktivitas akan membuat orang tua lebih memahami dan lebih toleran pada anak. Daripada menyalahkan anak karena mengganggu orang lain, lebih baik memfokuskan untuk membantu anak agar mengurangi kecepatan gerakannya dan secara efektif mengatasi masalah organisnya.

Pencegahan Hiperaktif

1. Menyediakan Lingkungan yang Sehat
  • Menjaga kondisi fisik dan mental ibu hamil. Tidak mengalami stress dan penyakit yang berat. Menjaga gizi ibu dan tidak mengkonsumsi obat-obatan (alkohol, rokok, obat penenang, marijuana dll.) dan memeprbanyak ibadah sunnah (membaca Al-Qur’an, shalat malam) selain ibadah yang wajib.
  • Penggunaan forceps pada saat kelahiran dianggap menjadi penyebab munculnya kombinasi dari hiperaktivitas, impulsivitas dan ketidak mampuan konsentrasi pada beberapa anak. Ada keyakinan bahwa metode kelahiran anak secara normal adalah cara terbaik dalam melahirkan untuk menghindari tekanan pada sistem syaraf pusat bayi yang baru lahir.
  • Memberikan gizi yang baik pada anak.
  • Memberikan perlindungan dan rasa aman pada bayi/anak
  • Memberikan stimulasi sensoris pada bayi, bahkan semenjak bayi masih di dalam boks, misalnya, dengan memberikan mainan yang memiliki perbedaan tekstur.
  • Menghindari stimulasi yang berlebihan (terlalu bising, omelan terus-menerus, lingkungan yang kacau dan tidak terorganisir) atau stimulasi yang tidak adekuat (kekurangan materi permainan).
  • Aktivitas normal dan terarah dimaksimalkan oleh lingkungan yang terorganisir. Orang tua yang memiliki temperamen berbeda dengan anak seringkali mengomel karena kurang menerima dan mengakomodasi kecepatan gerak anak. Kondisi ini termasuk yang harus dihindari.

2. Mengajarkan Kegiatan yang berguna
Orang tua seringkali under estimate terhadap kekuatan efek pengajaran yang konsisten untuk menghasilkan tingkah laku yang terarah. Sebaiknya sejak bayi, orang tua memberi penguatan secara positif (reinforcement) terhadap aktivitas bayi yang terarah. Perhatian dan penghargaan pada bayi dan balita terhadap tingkah laku yang diterima akan secara efektif memperkuat tingkah laku tersebut. Di sini orang tua bertindak sebagai model yang mampu memfokuskan dan menyelesaikan tugas secara efektif. Di samping itu orang tua perlu berbicara sebagai satu cara menunjukkan tingkah laku yang bertujuan, misalnya “ Mari kita mengambil air wudhu’ dulu setelah itu kita shalat berjema’ah” atau "Mama mau melipat baju setelah itu menyimpannya di lemari." Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat self-monitoring, "Mama belum selesai menyapu, Mama selesaikan dulu ya."

Tindakan yang Harus Dilakukan Menghadapi Anak Hiperaktif
  1. Dukungan secara lisan pada tingkah laku yang sesuai
  2. Kontrak
  3. Sistem Point
  4. Memberikan Struktur
  5. Mendukung Pengendalian Diri
  6. Metode Profesional
Dukungan secara lisan
Kebalikan dari hiperaktivitas adalah tingkat aktivitas yang sesuai, kegiatan terarah dan produktif. Orang tua perlu menunjukkan tingkah laku yang produktif dan memuji ketika anak melakukannya dengan benar, misalnya “ Alhamdulillah, kamu telah melaksanakan shalat dengan tertib dan benar” atau "Alhamdulillah, kamu dapat menyelesaikan tugas ini dengan hati-hati." Menyusun tujuan harian yang spesifik sehingga anak berusaha mencapai tujuan untuk memperoleh penghargaan. Orang tua pun perlu mencontohkan melakukan aktivitas yang bertujuan.

Kontrak
Bagi anak yang sudah lebih besar atau remaja, dapat dibuat suatu kontrak yaitu persetujuan untuk memberikan imbalan pada anak jika melakukan tingkah laku yang diharapkan. Imbalan harus sering diberikan, kecil dan segera setelah penyelesaian tugas. Kontrak harus tertulis, jelas, spesifik, adil dan dapat dicapai.
Contoh :
  • Kita akan rekreasi bersama kalau kita dapat shalat berjemaah 5 waktu dan membaca Al-Qur’an secara teratur setiap hari.
  • Saya akan memperoleh tambahan uang sebesar Rp. 100 setiap hari dan hadiah pada hari Minggu jika saya duduk tenang selama makan malam dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik
Sistem Point
Pemberian point, token atau tanda cek dapat dengan segera mengubah tingkah laku anak. Sistem point biasanya berguna bagi anak yang tidak berespon terhadap pujian. Namun sistem ini harus dilakukan secara konsisten dan point diberikan hanya untuk tingkah laku spesifik. Penting untuk merancang secara tepat pemberian imbalan sesuai dengan usia dan minat anak.
Contoh program sistem point :tingkah laku yang diberi imbalan
  • Shalat dengan tertib dan benar memperoleh 2 token setiap waktu
  • Duduk dengan tenang memperoleh 1 token setiap 10 menit
  • Menyelesaikan tugas memperoleh 2 token untuk 1 tugas
Bila anak berhasil memperoleh 10 token, maka ia boleh berjalan-jalan bersama orang tua pada hari minggu, dll. Pemberian imbalan harus benar-benar dirancang agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Memberikan Struktur
Anak harus tahu apa yang diharapkan darinya. Dalam hali ini orang tua harus menyatakan dengan jelas dan deskriptif tingkah laku apa yang tepat dan disampaikan tanpa kemarahan. Contoh :
  • “Alhamdulillah kamu sudah dapat mengambil air wudhu’ dan shalat dengan tepat dan benar”
  • "Kamu tidak akan dapat belajar dengan baik kalau meloncat-loncat terus kesana-kesini"
  • "Bagus sekali, kalau kamu bisa menempel gambar itu sampai selesai"
  • "Kalau kamu sedih, cobalah berdo’a dengan tenang, tarik nafas dalam-dalam dan bacalah Al-Qur’an dengan khusyu”
Reinforcement positif, adalah cara kongkrit memperlihatkan pada anak tingkah laku apa yang diharapkan. Jika orang tua bersikap konsisten dan dapat diprediksi, anak hiperaktif akan merasa tenang dan terlindungi. Ayah dan Ibu harus sepakat untuk berespon pada anak dalam gaya yang sama, sehingga anak kebingungan.

Persiapkan anak sebelum menghadapi sesuatu. Misalnya sebelum masuk ke departemen store orang tua mengatakan: "Nanti akan ada banyak orang dan sangat ramai, kalau kamu bersama Mama tidak akan apa-apa. Di sana anak kecil tidak boleh menyentuh/merusak barang-barang. Oleh karena itu kamu bawa mainan/buku ini saja." Kuncinya adalah menggunakan strategi untuk mempersiapkan anak memfokuskan pada kegiatan terstruktur sampai anak dapat melakukannya secara mandiri.

Di rumah, distraksi dapat diminimalkan dengan mengorganisasikan kamar anak. Meja harus bersih dari benda-benda yang tidak penting. Bagi anak kecil penempatan benda perlu diberi label.

Mendukung Pengendalian Diri
Ajarilah anak untuk melakukan self-talk yaitu berkata pada dirinya untuk mensugesti diri. Cara ini merupakan salah satu cara yang efektif.
Misalnya:
  • “Saya harus melaksanakan shalat dengan khusyu’, baru belajar”
  • "Saya selesaikan tugas ini sekarang, nanti saya main"
  • "Berhenti bergerak-gerak, ayo berpikir"

Orang tua dapat membantu dengan mengatakan kata kunci pada anak, "Ayo tenang," atau "Apa yang harus dikerjakan?" dll. Perlu juga dicatat oleh orang tua kemampuan aktual anak untuk menenangkan diri dan melakukan kegiatan bertujuan. Kombinasikan sistem pemberian reward untuk memperkuat tingkah laku positif.

Dalam beberapa kasus, keberhasilan justru diraih ketika anak melakukan gerakan (yang biasanya dilakukan tanpa disadari) dengan sengaja dan berlebihan. Misalnya, jika seorang anak menggerak-gerakkan tangannya berulang-ulang, beri tahu dia untuk melakukan olah raga (menggerakkan tangan ke atas ke bawah) selama beberapa menit. Atau anak diminta lari bolak balik 4 kali selama 2 menit. Ide dasarnya adalah untuk menginterupsi gerakan tidak terkendali dan secara bertahap mengubahnya melakukan kegiatan terkendali dengan sengaja. Metode ini harus dipandang sebagai bantuan bukan sebagai hukuman.

Metode lain adalah dengan mengurangi kecepatan aktivitas secara terkendali dengan cara memberikan kegiatan yang membutuhkan pengendalian, misalnya: menggambar, menempatkan benda dalam box, mengikat tali, meronce dll.

Metode Profesional
Berdo’a dan bertawakal kepada Allah SWT serta minta bantuan dokter atau terapis dapat dilakukan jika metode orang tua tidak berhasil. Misalnya; Shalat malam, Puasa Sunnah, penggunaan obat-obatan, diet makanan tertentu, relaksasi otot, desensitisasi stress dan berbagai metode biofeedback (pernafasan, gelombang otak, latihan otot) adalah treatment yang biasa dilakukan secara spesifik pada anak hiperaktif.


12.29.2008

Kebiasaan Anak ‘Bermasalah’

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Sulit membedakan tingkah laku yang dianggap bermasalah pada anak dibandingkan pada orang dewasa. Tingkah laku bermasalah dibedakan dari derajatnya dan seberapa besar pengaruh buruknya pada anak, orang tua dan atau masyarakat. Jika masalah terjadi sangat sering atau sangat buruk maka konseling atau terapi dari tenaga profesional perlu dilakukan.

Tingkah laku dikatakan bermasalah, bila tidak sesuai dengan usia anak (misalnya, anak usia 8 tahun masih cengeng). Di samping itu semakin lama durasi suatu masalah akan semakin lama dan sulit pula penanganannya.



Di samping tingkat keparahan, persistensi dan resistansi masalah, ada tanda-tanda lain yang mengindikasikan anak mengalami kesulitan psikologis serius, seperti :
  1. Berlarut-larut; kecemasan yang terus-menerus, rasa takut, yang tidak proporsional dengan realitas.
  2. Tanda-tanda depresi; seperti menjadi apatis dan menarik diri dari orang lain.
  3. Perubahan suasana hati atau tingkah laku anak yang tiba-tiba tidak seperti biasanya. Contohnya, anak yang biasanya periang, tiba-tiba berubah menjadi tidak mau berespon, asyik dengan dirinya sendiri dan membenci orang lain.
  4. Mengalami masalah tidur; seperti tidur terlalu banyak, tidak bias tidur, mimpi-mimpi buruk, malas bangun atau bangun terlalu dini.
  5. Masalah selera makan; kehilangan selera, kehilangan berat badan, makan berlebihan atau memakan makanan kotor, seperti tanah atau sampah.
  6. Masalah fungsi seksual; seperti promiskuitas, pamer, memperlihatkan kemaluan atau masturbasi.

Penelitian menunjukkan bahwa jika tingkah laku anak bermasalah, biasanya orang tua akan meminta nasihat dan bantuan pada sanak keluarganya terlebih dahulu. Berikutnya pada, guru, dokter, tokoh agama dan psikolog.

Peran Orang Tua sebagai Penolong
Orang tua dapat berhasil memecahkan masalah tingkah laku anak. Beberapa teknik yang dapat menolong anak bermasalah, diantaranya:
  1. Mengatur kembali jadwal harian anak
  2. Memberi imbalan bagi tingkah laku yang diharapkan
  3. Memberi dukungan pada anak
  4. Mengabaikan tingkah laku yang salah dengan tidak memberikan perhatian sama sekali.

Anak adalah individu unik, sehingga tidak ada formula sederhana dan berlaku universal untuk mengatasi masalah tingkah laku yang kompleks. Lebih bijaksana bila orang tua selalu berlatih agar lebih efektif dalam membantu anak. Dengan cara ini orang tua dapat menemukan cara kerja yang paling tepat khususnya untuk anak mereka.

Pada posting berikutnya akan membahas perilaku – perilaku anak yang didefinisikan bermasalah, seperti:
  1. Hyperactive (Definition & Causes)
  2. Hyperactive (Prevention)
  3. Hyperactive (How to do)
  4. Impulsive (Definition & Causes)
  5. Impulsive (Prevention)
  6. Impulsive (How to do)
  7. Short Attention Span-Distractible (Definition)
  8. Short Attention Span-Distractible (Causes)
  9. Short Attention Span-Distractible (Prevention & How to do)
  10. Selfish - Self Centered (Definition)
  11. Selfish - Self Centered (Causes)
  12. Selfish - Self Centered (Prevention)
  13. Selfish - Self Centered (How to do)
  14. Overdependent (Definition)
  15. Overdependent (Causes)
  16. Overdependent (Prevention)
  17. Overdependent (How to do)
  18. Insecure Behaviors (Introduction)
  19. Anxious - Worrier (Definition)
  20. Anxious - Worrier (Causes)



Followers

Subscribe