5

12.31.2008

Impulsif

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Anak dikatakan impulsif jika bertindak secara spontan/cepat, tiba-tiba, kasar, memaksa, tanpa perencanaan, tanpa pertimbangan (tidak peduli dengan konsekuensi dari perbuatannya), dan kurang dapat menunda pemuasan keinginannya.

Biasanya anak di bawah usia 8 tahun relatif lebih impulsif dari pada anak usia 9 - 18 tahun. Orang tua sering memandang impulsivitas sebagai agresi, ketidakmatangan emosi. Anak-anak ini sering berkelahi dan bertengkar sehingga dianggap sebagai anak nakal yang mau menang sendiri. Kemampuan menunda kepuasan adalah hal penting dalam perkembangan pribadi individu dan sebagai bahan dasar untuk melakukan interaksi sosial yang tepat dan memuaskan.


Penyebab
  1. Impulsivitas ekstrim diyakini disebabkan karena masalah organis, di mana mekanisme otak mengalami hambatan fungsional.
  2. Secara organis dapat bersifat genetik atau gangguan neurologis.
  3. Beberapa anak sejak lahir sudah membawa potensi impulsif yang menyebabkan ia bereaksi seketika pada banyak situasi.
  4. Penyebab impulsivitas lain yang sering terjadi adalah kecemasan dan faktor budaya. Anak yang cemas dan tegang (dengan berbagai konflik psikologis) seringkali bertindak seolah-olah dia berada dalam keadaan panik. Mereka bertindak dengan pikiran pertama mereka dan tidak dapat memutuskan untuk berpikir dengan cara yang lebih tenang. Demikian pula anak yang sedih dan pesimistik seringkali memilih imbalan kecil dan segera untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan anak yang gembira seringkali memilih imbalan besar meski tertunda.
  5. Faktor belajar. Anak mencontoh tingkah laku impulsif dari lingkungannya atau dari keluarga dekatnya.

Pencegahan Impulsivitas

Mengajari Menunda Kepuasan :
Anak kecil perlu belajar untuk menunggu atau menunda memperoleh kepuasan dengan segera. Tujuannya agar anak mampu mengendalikan ketegangan atau kemarahannya. Cara ini perlu diajarkan orang tua dengan tegas, namun bukan dengan kemarahan. Kemarahan hanya membuat anak mengasosiasikan bahwa menunggu adalah pengalaman yang tidak menyenangkan.

Ajarilah anak melakukan "Self-Talk" (berkata pada diri sendiri untuk mensugesti atau memotivasi diri). Misalnya mengatakan "Saya bisa menunggu". Pada awalnya dengan suara keras sampai tertanam dalam hatinya. Jangan lupa untuk selalu memuji bila anak melakukan hal dengan benar.

Anak juga dapat diajari menunggu dengan menggunakan fantasi. Contohnya anak diminta membayangkan bentuk mainan yang diinginkannya, atau aktivitas lain yang menyenangkan. Cara ini akan mengalihkan perhatian mereka dari keinginan untuk memperoleh sesuatu dengan segera.

Bermainlah bersama anak. Melalui permainan, orang tua dapat mengajarkan kesabaran dan kepedulian pada orang lain. Misalnya orang tua memainkan boneka (puppet) yang berperan sebagai tokoh sabar dan mau menunggu giliran. Dengan bercerita, bermain peran atau menggambar, orang tua dapat mengajarkan cara mengendalikan diri.

Cara lain adalah membuat anak menyadari akibat/konsekuensi perbuatannya pada orang lain, sehingga anak akan berusaha menunda responnya. Ketidaksabaran dan keinginan memiliki suatu benda dengan segera akan menyebabkan orang lain tidak nyaman.

Memberikan imbalan pada tingkah laku anak adalah cara yang sangat baik meskipun harus dilakukan hati-hati. Jika saudara mereka (terutama adik) dapat menunggu dengan sabar tanpa mengeluh, maka adiknya akan memperoleh hadiah. Secara tidak langsung anak belajar bahwa menunggu memiliki konsekuensi positif.

Mengajari Proses Pemecahan Masalah
Di sini anak diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Salah satu caranya adalah dengan diskusi antara orang tua dan anak mengenai suatu kasus. Anak harus belajar bahwa ada banyak alternatif penyelesaian masalah.
Contoh kasusnya, misalnya apa yang harus dilakukan anak jika anak merasa marah dan sedih karena temannya menolak bermain dengannya. Alternatif pemecahannya:
  • Anak dapat diajari mengatakan pada temannya, "Jika kamu mau bermain puzzle dengan saya, maka saya akan bermain permainan kesukaannmu."
  • Atau anak diminta berkata pada dirinya, "Saya ingin sekali main puzzle dengan dia sekarang, tetapi saya akan menunggu sampai dia mau bermain nanti."
  • Alternatif lain adalah orang tua bertanya apakah ada kegiatan pengganti yang dapat menyenangkan bagi kedua anak.
Selain menyarankan solusi, orang tua juga harus mendiskusikan kemungkinan reaksi yang akan muncul dari orang lain. Anak yang kurang trampil memecahkan masalah seringkali merasa putus asa/tidak berdaya atau bahkan menjadi impulsif. Oleh karena itu anak harus memahami masalah, mengembangkan solusi alternatif, belajar menanganinya, menyadari akibat tindakannya dan menyadari reaksi serta perasaan orang lain. Cara di atas selain merupakan bentuk spesifik pencegahan impulsivitas, juga dapat dipandang sebagai bimbingan agar trampil menyesuaikan diri di lingkungan sosial.

Cara ini juga dapat digunakan bagi remaja. Saat makan malam atau ketika bercakap-cakap secara pribadi, orang tua dapat mendiskusikan cara pemecahan masalah dan meminta anak memikirkan sejumlah contoh kasus. Tunjukkan proses berpikir dan jangan melakukan jumping conclusion.

Banyak remaja merasa bahwa dengan berbicara pada orang tua, mereka akan memahami alternatif atau antisipasi konsekuensi dari suatu kejadian. Sehingga mereka juga belajar mempersiapkan pemecahan masalah jika masalah itu muncul.

Tindakan Yang Perlu Dilakukan Dalam Menghadapi Impulsivitas
  1. Mengajari Pemecahan Masalah
  2. Mengajari Self Talk
  3. Memberi Imbalan pada Tingkah Laku Reflektif dan Hukuman pada Tingkah Laku Impulsif
  4. Memberi Tanda/Isyarat
  5. Metode Profesional

Mengajari Pemecahan Masalah
Bisa jadi orang tua sering melihat reaksi impulsif yang ditampilkan anak, namun tidak menyadari bahwa anak mungkin tidak tahu tahapan yang dibutuhkan untuk bertindak dengan penuh pengendalian dan pertimbangan. Anak-anak seringkali merasa tidak berdaya dan sangat frustrasi bila usahanya tidak berhasil sehingga memunculkan reaksi marah dan sedih. Oleh karena itu orang tua perlu secara aktif mengajarkan cara berpikir.
  • Sebab Akibat : "Jika kamu memukul temanmu, maka mereka akan kesal."
  • Kemungkinan (probabilitas) : "Apa yang akan terjadi jika kamu selalu menyela orang yang sedang bicara?"
  • Konsekuensi dari suatu tindakan.
  • Solusi alternatif untuk satu persoalan : "Jika tidak ada orang di rumah, kamu dapat menelpon orang tua di kantor, pergi ke tetangga, atau bermain di luar sampai orang tua pulang"
Tanyakan apa yang terpikir untuk dilakukan oleh anak. Tujuannya, agar anak dapat berpikir lebih jauh dan mengevaluasi hasil beberapa solusi.

Berapa pun usia anak, orang tua dapat mengajarkan cara pemecahan masalah sesuai usianya. 15 menit diskusi adalah investasi waktu yang bernilai tinggi. Kuncinya adalah persepsi anak bahwa orang tua tidak menyalahkan atau mengkritik tetapi benar-benar berminat untuk membantu anak agar menjadi lebih reflektif (penuh pertimbangan) dan efektif. Anak impulsif perlu dipersiapkan agar bertindak lebih bertanggung jawab dan dengan pemikiran terlebih dahulu. Bersabarlah, karena mereka membutuhkan pengkondisian sampai mereka dapat tenang secara otomatis.

Mengajari Self Talk
Self-talk sebagai bentuk dari penundaan pemuasan keinginan adalah metode yang sangat kuat dalam mengatasi impulsivitas. Anak harus belajar untuk menunda kenikmatan. Menunggu giliran dalam suatu permainan, tidak makan permen sebelum makan malam, tidak menyela pembicaraan, tidak mengungkapkan ide tanpa berpikir terlebih dahulu, semuanya harus diajarkan. Dengan mengajari mereka melakukan self-talk akan membantu anak menjadi sabar, anak secara bertahap akan belajar menerapkannya dalam berbagai situasi.

Orang tua harus menjadi contoh efektif menggunakan self-talk dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Misalnya, orang tua mengatakan di depan anak, "Sebentar, Mama akan berpikir dulu sebelum mengerjakannya."

Orang tua juga dapat bermain sandiwara untuk memperlihatkan cara berpikir dan bertindak dalam masalah tertentu. Jika seorang anak mengalami kesulitan, misalnya, menghadapi ejekan teman sebayanya, orang tua dapat berperan sebagai anak yang berada pada situasi tersebut dan berpura-pura berpikir serta melakukan tindakan yang tepat:
  • "Saya tidak akan memukulnya meskipun saya marah. Saya akan mengatakan padanya bahwa saya marah dan ia tidak boleh mengejek lagi"
  • "Saya marah diejek seperti itu, kamu tidak boleh bilang begitu."
  • Berpura-pura temannya tidak mau berhenti mengejek, orang tua kemudian berkata, "Saya akan pergi dan tidak peduli" (dan berpura-pura pergi). Tipe role playing seperti ini sangat mendidik.

Self-talk dapat ditingkatkan dengan sangat dahsyat dengan menggunakan kartu pengingat atau gambar yang digambar sendiri oleh anak atau orang tua. Gambar mengingatkan anak bagaimana bertindak tepat. Anak yang tidak mendengar orang lain dapat menggambar muka dengan telinga besar dan tulisan di bawahnya DENGARKAN APA YANG DIKATAKAN ORANG LAIN. Kartu besar bertuliskan BERPIKIR SEBELUM BERTINDAK dapat dipajang. Kuncinya adalah agar anak belajar membayangkan kartu tersebut ketika akan bertindak dalam setiap situasi. Oleh karena itu ketika guru atau orang tua bicara, anak berkata pada dirinya sendiri, "Dengarkan apa yang dikatakan Bapak/Ibu" atau "Pikir dulu sebelum bertindak".

Memberi Imbalan Reflektif dan Hukuman Untuk Tindakan Impulsif
Selain imbalan yang diberikan orang tua, anak harus diajari cara memberi imbalan pada diri sendiri (self-reinforcement), ketika mereka berhasil menunggu, atau mempertimbangkan pendekatan yang lebih baik pada suatu situasi. Sebaiknya, kapan pun anak yang impulsif berhasil menunda suatu respons dan menyadari konsekuensinya, orang tua harus mengetahuinya. Orang tua harus menangkap saat ketika anak mampu bertoleransi terhadap frustrasi dan segera memperkuat kejadian yang jarang tersebut. "Hebat sekali, meskipun kamu kehilangan mainan tapi kamu tetap mau bermain." Ketika anak bertindak impulsif, berilah anak kesempatan untuk menyadari alternatif tindakan lain dan kemudian memberi imbalan kepadanya. Banyak anak impulsif dapat menurunkan tingkat impulsivitasnya dengan cara ini.

Bila kurang berhasil cobalah cara "time out". Misalnya ketika anak bicara terus-menerus secara impulsif atau tiba-tiba bertindak semaunya, ingatkan dia untuk berhenti dan masuk ke dalam kamarnya (Time Out) sampai ia tenang. Bila orang tua menggunakan imbalan dengan sistem pemberian point, maka pada saat time out, point dapat dikurangi. Waktu ekstra untuk bermain, mengerjakan tugas bebas atau menonton telelvisi dapat digunakan sebagai imbalan harian. Syaratnya, harus ada batasan dan harapan yang tegas dan dijelaskan dengan pemberian sanksi.

Memberi Tanda/Isyarat
Buatlah tanda, misalnya dengan mengacungkan jempol kiri dan jari telunjuk, untuk menunjukkan pada anak yang sangat impulsif bahwa ia sedang bertindak impulsif dan harus segera mengendalikan dirinya. Dalam keadaan stress, anak yang melihat tanda ini akan menjadi tenang, dan berhenti bertindak atau bicara impulsif. Mereka juga belajar memberi tanda tersebut pada dirinya sendiri untuk menenangkan diri dan menjadi lebih terkendali. Belajar memuji dirinya sendiri bila bertingkah laku yang lebih baik adalah penting.

Metode Profesional
Sama dengan hiperaktivitas, ada beberapa metode yang digunakan para profesional yang secara khusus efektif pada anak impulsif. Banyak bentuk digunakan untuk meningkatkan perasaan tenang psikologis dan fisiologis. Relaksasi otot dan bermacam prosedur biofeedback dapat digunakan. Kontroversial tapi seringkali efektif, adalah penggunaan psikotropika untuk anak yang sangat impulsif yang tidak berespon terhadap pendekatan lain. Anak yang sangat impulsif dapat menggunakan kombinasi metode profesional dan metode orang tua. Bahkan anak yang sebelumnya membutuhkan pengobatan secara medis dapat menguranginya jika metode dari orang tua berhasil digunakan.


12.30.2008

Hiperaktif

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Gerakan fisik yang berlebihan (di atas normal atau di atas batas yang dapat diterima) disebut dalam istilah hiperaktivitas (hyperactive). Orang tua dapat dengan mudah mengenali gangguan ini dengan melihat jumlah dan derajat aktivitas yang dilakukan secara konstan, tidak sengaja dan berbeda dari anak sebayanya dengan jenis kelamin yang sama. Informasi obyektif juga dapat diperoleh dari teman atau guru, misalnya; ketika berada di kelas atau berekreasi.

Hiperaktivitas ditunjukkan dengan aktivitas yang tidak produktif dan tidak bertujuan, berbeda dengan dengan anak cerdas yang aktif akan melakukan tindakan produktif dan terarah/bertujuan. Indikator praktis bagi orang tua untuk menentukan hiperaktivitas adalah seringnya anak bergerak dalam suatu ruangan, mondar-mandir, memanjat-manjat dan sering gagal menyelesaikan tugas karena terlalu banyak melakukan aktivitas. Mereka sulit duduk tenang dan selalu ada anggota tubuh yang bergerak.

Penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak yang berasal dari golongan ekonomi lemah lebih banyak yang mengalami gejala hiperaktivitas dibanding anak perempuan dan anak yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas.
Harus dibedakan pula antara hiperaktif dengan over aktif (tingkat aktivitas tinggi). Over aktif umum terjadi pada anak usia 2 dan 3 tahun, anak terbelakang yang berusia mental 2 atau 3 tahun, anak yang senang bereksplorasi, anak yang sangat cerdas, anak yang banyak dilarang orang tua dan anak yang berada dalam lingkungan yang kurang mendukung perkembangannya. Penelitian menemukan bahwa 5 - 10 % dari seluruh anak adalah hiperaktif. Dan dari seluruh anak yang dikirim ke klinik tumbuh kembang anak, sekitar 40 %-nya adalah hiperaktif. Over aktif dapat berkurang dengan bertambahnya usia dan kematangan anak, tetapi hiperaktif dan kurang konsentrasi dapat berlanjut sampai masa dewasa.

Penyebab
  1. Temperamen sangat aktif sejak lahir.
  2. Faktor genetik
  3. Disfungsi pada beberapa bagian otak yang menyebabkan munculnya gerakan berlebihan yang tidak beraturan.
  4. Pembesaran kepala dan keracunan.
  5. Pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya perlakuan orang tua karena perlakuan orang tua dapat menyebabkan atau memperberat hiperaktivitas anak tetapi juga dapat meningkatkan aktivitas yang terarah.
  6. Penyebab berikutnya, meskipun jarang terjadi adalah adanya electrical brain malfunctioning, gangguan endokrin dan tumor. Pada kasus-kasus yang jarang tersebut, dibutuhkan diagnosis yang tepat dan penanganan medis terbaik.
  7. Beberapa kasus alergi dikatakan dapat menyebabkan reaksi-reaksi hiperaktivitas pada anak. Feingold menyusun suatu diet dengan mengurangi makanan tertentu yang mengandung bahan pengawet, aspirin dan salisilat. Biasanya orang tua mengalami kesulitan melarang anaknya agar tidak makan es krim, soft drink,biskuit dan buah-buahan/sayuran tertentu, namun demikian bukti ilmiah belum menunjukkan adanya efektivitas diet ini.
Oleh karena itu penting untuk mengetahui penyebab hiperaktivitas yang terjadi pada anak, dengan menggunakan pemeriksaan medis dan psikologis. Yang paling baik adalah bila pemeriksaan dilakukan secara multi-disiplin.

Kesadaran akan adanya masalah neurologis yang menyebabkan hiperaktivitas akan membuat orang tua lebih memahami dan lebih toleran pada anak. Daripada menyalahkan anak karena mengganggu orang lain, lebih baik memfokuskan untuk membantu anak agar mengurangi kecepatan gerakannya dan secara efektif mengatasi masalah organisnya.

Pencegahan Hiperaktif

1. Menyediakan Lingkungan yang Sehat
  • Menjaga kondisi fisik dan mental ibu hamil. Tidak mengalami stress dan penyakit yang berat. Menjaga gizi ibu dan tidak mengkonsumsi obat-obatan (alkohol, rokok, obat penenang, marijuana dll.) dan memeprbanyak ibadah sunnah (membaca Al-Qur’an, shalat malam) selain ibadah yang wajib.
  • Penggunaan forceps pada saat kelahiran dianggap menjadi penyebab munculnya kombinasi dari hiperaktivitas, impulsivitas dan ketidak mampuan konsentrasi pada beberapa anak. Ada keyakinan bahwa metode kelahiran anak secara normal adalah cara terbaik dalam melahirkan untuk menghindari tekanan pada sistem syaraf pusat bayi yang baru lahir.
  • Memberikan gizi yang baik pada anak.
  • Memberikan perlindungan dan rasa aman pada bayi/anak
  • Memberikan stimulasi sensoris pada bayi, bahkan semenjak bayi masih di dalam boks, misalnya, dengan memberikan mainan yang memiliki perbedaan tekstur.
  • Menghindari stimulasi yang berlebihan (terlalu bising, omelan terus-menerus, lingkungan yang kacau dan tidak terorganisir) atau stimulasi yang tidak adekuat (kekurangan materi permainan).
  • Aktivitas normal dan terarah dimaksimalkan oleh lingkungan yang terorganisir. Orang tua yang memiliki temperamen berbeda dengan anak seringkali mengomel karena kurang menerima dan mengakomodasi kecepatan gerak anak. Kondisi ini termasuk yang harus dihindari.

2. Mengajarkan Kegiatan yang berguna
Orang tua seringkali under estimate terhadap kekuatan efek pengajaran yang konsisten untuk menghasilkan tingkah laku yang terarah. Sebaiknya sejak bayi, orang tua memberi penguatan secara positif (reinforcement) terhadap aktivitas bayi yang terarah. Perhatian dan penghargaan pada bayi dan balita terhadap tingkah laku yang diterima akan secara efektif memperkuat tingkah laku tersebut. Di sini orang tua bertindak sebagai model yang mampu memfokuskan dan menyelesaikan tugas secara efektif. Di samping itu orang tua perlu berbicara sebagai satu cara menunjukkan tingkah laku yang bertujuan, misalnya “ Mari kita mengambil air wudhu’ dulu setelah itu kita shalat berjema’ah” atau "Mama mau melipat baju setelah itu menyimpannya di lemari." Bahasa juga dapat digunakan sebagai alat self-monitoring, "Mama belum selesai menyapu, Mama selesaikan dulu ya."

Tindakan yang Harus Dilakukan Menghadapi Anak Hiperaktif
  1. Dukungan secara lisan pada tingkah laku yang sesuai
  2. Kontrak
  3. Sistem Point
  4. Memberikan Struktur
  5. Mendukung Pengendalian Diri
  6. Metode Profesional
Dukungan secara lisan
Kebalikan dari hiperaktivitas adalah tingkat aktivitas yang sesuai, kegiatan terarah dan produktif. Orang tua perlu menunjukkan tingkah laku yang produktif dan memuji ketika anak melakukannya dengan benar, misalnya “ Alhamdulillah, kamu telah melaksanakan shalat dengan tertib dan benar” atau "Alhamdulillah, kamu dapat menyelesaikan tugas ini dengan hati-hati." Menyusun tujuan harian yang spesifik sehingga anak berusaha mencapai tujuan untuk memperoleh penghargaan. Orang tua pun perlu mencontohkan melakukan aktivitas yang bertujuan.

Kontrak
Bagi anak yang sudah lebih besar atau remaja, dapat dibuat suatu kontrak yaitu persetujuan untuk memberikan imbalan pada anak jika melakukan tingkah laku yang diharapkan. Imbalan harus sering diberikan, kecil dan segera setelah penyelesaian tugas. Kontrak harus tertulis, jelas, spesifik, adil dan dapat dicapai.
Contoh :
  • Kita akan rekreasi bersama kalau kita dapat shalat berjemaah 5 waktu dan membaca Al-Qur’an secara teratur setiap hari.
  • Saya akan memperoleh tambahan uang sebesar Rp. 100 setiap hari dan hadiah pada hari Minggu jika saya duduk tenang selama makan malam dan menyelesaikan tugas-tugas dengan baik
Sistem Point
Pemberian point, token atau tanda cek dapat dengan segera mengubah tingkah laku anak. Sistem point biasanya berguna bagi anak yang tidak berespon terhadap pujian. Namun sistem ini harus dilakukan secara konsisten dan point diberikan hanya untuk tingkah laku spesifik. Penting untuk merancang secara tepat pemberian imbalan sesuai dengan usia dan minat anak.
Contoh program sistem point :tingkah laku yang diberi imbalan
  • Shalat dengan tertib dan benar memperoleh 2 token setiap waktu
  • Duduk dengan tenang memperoleh 1 token setiap 10 menit
  • Menyelesaikan tugas memperoleh 2 token untuk 1 tugas
Bila anak berhasil memperoleh 10 token, maka ia boleh berjalan-jalan bersama orang tua pada hari minggu, dll. Pemberian imbalan harus benar-benar dirancang agar tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Memberikan Struktur
Anak harus tahu apa yang diharapkan darinya. Dalam hali ini orang tua harus menyatakan dengan jelas dan deskriptif tingkah laku apa yang tepat dan disampaikan tanpa kemarahan. Contoh :
  • “Alhamdulillah kamu sudah dapat mengambil air wudhu’ dan shalat dengan tepat dan benar”
  • "Kamu tidak akan dapat belajar dengan baik kalau meloncat-loncat terus kesana-kesini"
  • "Bagus sekali, kalau kamu bisa menempel gambar itu sampai selesai"
  • "Kalau kamu sedih, cobalah berdo’a dengan tenang, tarik nafas dalam-dalam dan bacalah Al-Qur’an dengan khusyu”
Reinforcement positif, adalah cara kongkrit memperlihatkan pada anak tingkah laku apa yang diharapkan. Jika orang tua bersikap konsisten dan dapat diprediksi, anak hiperaktif akan merasa tenang dan terlindungi. Ayah dan Ibu harus sepakat untuk berespon pada anak dalam gaya yang sama, sehingga anak kebingungan.

Persiapkan anak sebelum menghadapi sesuatu. Misalnya sebelum masuk ke departemen store orang tua mengatakan: "Nanti akan ada banyak orang dan sangat ramai, kalau kamu bersama Mama tidak akan apa-apa. Di sana anak kecil tidak boleh menyentuh/merusak barang-barang. Oleh karena itu kamu bawa mainan/buku ini saja." Kuncinya adalah menggunakan strategi untuk mempersiapkan anak memfokuskan pada kegiatan terstruktur sampai anak dapat melakukannya secara mandiri.

Di rumah, distraksi dapat diminimalkan dengan mengorganisasikan kamar anak. Meja harus bersih dari benda-benda yang tidak penting. Bagi anak kecil penempatan benda perlu diberi label.

Mendukung Pengendalian Diri
Ajarilah anak untuk melakukan self-talk yaitu berkata pada dirinya untuk mensugesti diri. Cara ini merupakan salah satu cara yang efektif.
Misalnya:
  • “Saya harus melaksanakan shalat dengan khusyu’, baru belajar”
  • "Saya selesaikan tugas ini sekarang, nanti saya main"
  • "Berhenti bergerak-gerak, ayo berpikir"

Orang tua dapat membantu dengan mengatakan kata kunci pada anak, "Ayo tenang," atau "Apa yang harus dikerjakan?" dll. Perlu juga dicatat oleh orang tua kemampuan aktual anak untuk menenangkan diri dan melakukan kegiatan bertujuan. Kombinasikan sistem pemberian reward untuk memperkuat tingkah laku positif.

Dalam beberapa kasus, keberhasilan justru diraih ketika anak melakukan gerakan (yang biasanya dilakukan tanpa disadari) dengan sengaja dan berlebihan. Misalnya, jika seorang anak menggerak-gerakkan tangannya berulang-ulang, beri tahu dia untuk melakukan olah raga (menggerakkan tangan ke atas ke bawah) selama beberapa menit. Atau anak diminta lari bolak balik 4 kali selama 2 menit. Ide dasarnya adalah untuk menginterupsi gerakan tidak terkendali dan secara bertahap mengubahnya melakukan kegiatan terkendali dengan sengaja. Metode ini harus dipandang sebagai bantuan bukan sebagai hukuman.

Metode lain adalah dengan mengurangi kecepatan aktivitas secara terkendali dengan cara memberikan kegiatan yang membutuhkan pengendalian, misalnya: menggambar, menempatkan benda dalam box, mengikat tali, meronce dll.

Metode Profesional
Berdo’a dan bertawakal kepada Allah SWT serta minta bantuan dokter atau terapis dapat dilakukan jika metode orang tua tidak berhasil. Misalnya; Shalat malam, Puasa Sunnah, penggunaan obat-obatan, diet makanan tertentu, relaksasi otot, desensitisasi stress dan berbagai metode biofeedback (pernafasan, gelombang otak, latihan otot) adalah treatment yang biasa dilakukan secara spesifik pada anak hiperaktif.


12.29.2008

Kebiasaan Anak ‘Bermasalah’

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D & Howard L. Millman, Ph.D.

Sulit membedakan tingkah laku yang dianggap bermasalah pada anak dibandingkan pada orang dewasa. Tingkah laku bermasalah dibedakan dari derajatnya dan seberapa besar pengaruh buruknya pada anak, orang tua dan atau masyarakat. Jika masalah terjadi sangat sering atau sangat buruk maka konseling atau terapi dari tenaga profesional perlu dilakukan.

Tingkah laku dikatakan bermasalah, bila tidak sesuai dengan usia anak (misalnya, anak usia 8 tahun masih cengeng). Di samping itu semakin lama durasi suatu masalah akan semakin lama dan sulit pula penanganannya.



Di samping tingkat keparahan, persistensi dan resistansi masalah, ada tanda-tanda lain yang mengindikasikan anak mengalami kesulitan psikologis serius, seperti :
  1. Berlarut-larut; kecemasan yang terus-menerus, rasa takut, yang tidak proporsional dengan realitas.
  2. Tanda-tanda depresi; seperti menjadi apatis dan menarik diri dari orang lain.
  3. Perubahan suasana hati atau tingkah laku anak yang tiba-tiba tidak seperti biasanya. Contohnya, anak yang biasanya periang, tiba-tiba berubah menjadi tidak mau berespon, asyik dengan dirinya sendiri dan membenci orang lain.
  4. Mengalami masalah tidur; seperti tidur terlalu banyak, tidak bias tidur, mimpi-mimpi buruk, malas bangun atau bangun terlalu dini.
  5. Masalah selera makan; kehilangan selera, kehilangan berat badan, makan berlebihan atau memakan makanan kotor, seperti tanah atau sampah.
  6. Masalah fungsi seksual; seperti promiskuitas, pamer, memperlihatkan kemaluan atau masturbasi.

Penelitian menunjukkan bahwa jika tingkah laku anak bermasalah, biasanya orang tua akan meminta nasihat dan bantuan pada sanak keluarganya terlebih dahulu. Berikutnya pada, guru, dokter, tokoh agama dan psikolog.

Peran Orang Tua sebagai Penolong
Orang tua dapat berhasil memecahkan masalah tingkah laku anak. Beberapa teknik yang dapat menolong anak bermasalah, diantaranya:
  1. Mengatur kembali jadwal harian anak
  2. Memberi imbalan bagi tingkah laku yang diharapkan
  3. Memberi dukungan pada anak
  4. Mengabaikan tingkah laku yang salah dengan tidak memberikan perhatian sama sekali.

Anak adalah individu unik, sehingga tidak ada formula sederhana dan berlaku universal untuk mengatasi masalah tingkah laku yang kompleks. Lebih bijaksana bila orang tua selalu berlatih agar lebih efektif dalam membantu anak. Dengan cara ini orang tua dapat menemukan cara kerja yang paling tepat khususnya untuk anak mereka.

Pada posting berikutnya akan membahas perilaku – perilaku anak yang didefinisikan bermasalah, seperti:
  1. Hyperactive (Definition & Causes)
  2. Hyperactive (Prevention)
  3. Hyperactive (How to do)
  4. Impulsive (Definition & Causes)
  5. Impulsive (Prevention)
  6. Impulsive (How to do)
  7. Short Attention Span-Distractible (Definition)
  8. Short Attention Span-Distractible (Causes)
  9. Short Attention Span-Distractible (Prevention & How to do)
  10. Selfish - Self Centered (Definition)
  11. Selfish - Self Centered (Causes)
  12. Selfish - Self Centered (Prevention)
  13. Selfish - Self Centered (How to do)
  14. Overdependent (Definition)
  15. Overdependent (Causes)
  16. Overdependent (Prevention)
  17. Overdependent (How to do)
  18. Insecure Behaviors (Introduction)
  19. Anxious - Worrier (Definition)
  20. Anxious - Worrier (Causes)



12.28.2008

Sekolah Pengasuhan Anak

Tanggal 13-14 Desember 2008, Alhamdulillah.... Allah bukakan pengetahuan bagaimana mengasuh anak. Ilmu yang menjadi keharusan setiap orang akan tetapi hampir banyak orang tidak peduli bagaimana membesarkan dan mengasuh anak - anaknya.
Bagi orang umum, investasi yang harus dikeluarkan adalah Rp. 300.000,00 bahkan di temapt lain bisa mencapai 600 rb, angka yang lumayan.... tetapi demi perkembangan anak tentunya itu tidak ada artinya. Alhamdulillah acara tsb disubsidi Biro Ailiyah DPW PKS Riau sehingga harga tiketnya menjadi 50 rb saja.
Jazzakumullah pada Biro Ailiyah, suatu biro di kepengurusan Partai Keadilan Sejahtera yang mengurusi masalah - masalah keluarga, pernikahan dan problematikanya. Saya yakin di partai lain tidak ada biro semacam ini, karena mereka tidak memiliki sistem yang integrated (sumuliyah).
Awalnya nggak tertarik, heheh... tapi diwajibkan MR, akhirnya ikut dengan rencana sehari saja karena mau bersih - bersih rumah yang mau ditinggal hijrah ke Jogja. Tapi begitu mengikuti hari pertama..... wah sayang kalau hari kedua dilewatkan, akhirnya Alhamdulillah bisa ikut keseluruhan.
Workshop dan training pengasuhan anak ini diisi full 2 hari oleh Ust. Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhrori, Direktur PSPA (Program Sekolah Pengasuhan Anak) Bandung. Menurut beliau, yang umurnya sebaya ana.... dulu program ini gratis tetapi malah animo masyarakat untuk ikut rendah, tetapi saat ditarik bayaran tinggi malah antri orang mau ikut..... aneh yah manusia Indonesia!?!?. Program ini sudah dilakukan di puluhan kota di Indonesia. Di Riau sudah beberapa gelombang diadakan di Duri. Mau ikut ? Nah di awal April 2009 akan diadakan lagi di Pekanbaru, silahkan menghubungi Biro Ailiyah DPW PKS Riau atau Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab. Mau tahu isinya ? Ikut dunk! Nantikan posting berikutnya yang isinya tentang materi pengasuhan anak tsb, tapi hanya berdasar ingatan saja karena nggak dikasih materi.

12.01.2008

.

DATA PRIBADI

Nama:
Erwin Setyo Nugroho, ST, CCNA, CCAI

Tempat/Tanggal Lahir:

Sleman, 6 Desember 1976

Alamat:
Komplek Dosen PCR, Umban Sari Atas, Rumbai, Pekanbaru, Riau, 28265

Agama:
Islam

Hobi:
Internet

Email:
erwinsn@gmail.com; erwinsn@pcr.ac.id


PENDIDIKAN FORMAL

Master :
UGM, Magister Teknologi Informasi (MTI) Angkatan XII (2009 – now, progress)


Sarjana :
UNDIP, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro (1995-2001)


Sekolah Menengah Atas :
SMUN 4 Yogyakarta (1993 - 1995)


Sekolah Menengah :
SLTPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta (1989 - 1993)


Sekolah Dasar :
SDN Srowolan II, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta (1992 – 1998)



PENDIDIKAN NON FORMAL

- Pesantren Mahasiswa Baldatunnur Semarang (2 tahun, 1995 – 1997).
- Mengikuti Training Internasional : “Information Technology Education Methodology” (1 bulan, JICA-EEPIS, 2003).
- Mengikuti Pelatihan Metodologi Pengajaran Program Diploma, P5D Bandung (2 minggu, 2003).
- Training ICND 1 & ICND 2 for Cisco Certified Network Asociate (CCNA), Inixindo Jogja (2 minggu, 2007)
- Training CNA Instructor, FT UI (2 minggu, 2008)

PENGALAMAN ORGANISASI

2006-2008 : Pengurus DPC PKS Rumbai, Pekanbaru
1999-2000 : Pengurus DPC PK Pakem, Sleman
1998-1999 : Pengurus FKMM Fakultas Teknik UNDIP
1997-1998 : Ketua Rohis Teknik Elektro UNDIP

RIWAYAT PEKERJAAN & JABATAN

- Asisten Direktur I Bidang Akademik Politeknik Caltex Riau (2007 – 2008)
- Kepala Pusat Komputer (PUSKOM) Politeknik Caltex Riau (2005 – 2007)

- Kepala Laboratorium Jaringan Komputer Politeknik Caltex Riau (2004 – 2005)
- Dosen Program Studi Teknik Informatika Politeknik Caltex Riau (2003 – sekarang)

Followers

Subscribe