5

4.07.2009

Egois - Egosentris

Ringkasan dari :
How to Help Children with Common Problems
Karangan: Charles E. Schaefer, Ph.D.
Howard L. Millman, Ph.D.

Orang egois cenderung hanya memperhatikan dirinya sendiri. Mereka hanya peduli dan memusatkan perhatian pada penampilan, kesenangan dan keinginan dirinya lebih dari minatnya terhadap masyarakat. Pada umumnya mereka relatif mandiri dan tidak terpengaruh oleh lingkungan. Perspektif mereka terbatas pada kepedulian akan kegiatan atau kebutuhan pribadinya. Orang yang sangat cerdas dan kreatif juga mandiri, dan seringkali mengabaikan pendapat orang lain dan agak berpusat pada diri sendiri. Perbedaannya adalah bahwa orang kreatif sangat produktif sebaliknya individu narsistik tidak produktif.
Anak secara alamiah memang egosentris. Alam anak balita berpusat pada dirinya sendiri. Seolah-olah "Saya dan alam semesta ini adalah satu." Anak kecil memiliki cara pandang tunggal yaitu terhadap dirinya sendiri. Seiring dengan waktu dan pengalaman, mereka akan belajar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kemampuan untuk melihat dari perspektif orang lain diperlukan sebelum anak memahami bagaimana suatu situasi terjadi dan mengapa atau bagaimana orang lain bereaksi.

Anak kecil berbicara secara egosentris tentang dirinya sendiri. Lambat laun percakapan ini akan berubah menjadi percakapan yang lebih mendalam yang melibatkan proses-proses persepsi, abstraksi dan generalisasi. Pada usia 4 atau 5 tahun, ketrampilan komunikasi yang adekuat berkembang. Percakapan dan tingkah laku egosentris semakin berkurang dan ini menunjukkan pribadi yang utuh. Anak TK akan lebih menyadari cara pandang dirinya dan orang lain. Pada usia 6 - 9 tahun anak belajar mengenai sikap dan opini orang lain.
Bagaimanapun mereka masih merasa sangat yakin dengan cara pandang mereka dan tidak mudah untuk memiliki pendirian/sikap netral dan tidak memihak.

Selama tahun-tahun awal sekolah, anak belajar kritis dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Proses ini berkembang dapat melalui pengalaman langsung atau melalui simpati karena membayangkan pengalaman orang lain. Hal yang wajar bagi anak TK adalah tanda kesulitan bagi anak yang lebih tua. Pada usia 5 atau 6 tahun anak harus menyadari akibat tingkah lakunya pada orang lain. Anak belajar memproyeksikan dirinya ke dalam posisi lain. Kepedulian pada orang lain (atau binatang) dapat direalisasikan dengan membayangkan apa yang akan terasa bila mereka terluka atau disakiti. Anak mencoba mengalami bagaimana rasanya diperlakukan tertentu. Mereka membayangkan beragam peran, bertingkah seperti binatang atau orang yang mereka lihat dalam kehidupannya atau di televisi. Dengan mengenakan pakaian dan bertingkah seperti seseorang, mereka belajar untuk memahami orang lain.

Indikator yang menunjukkan adanya masalah egois, antara lain
1. Produktivitas rendah. Karena, terlalu mempedulikan perasaannya sendiri mengakibatkan interaksi yang kurang produktif dengan orang lain. Kondisi ini terjadi pada anak yang dimanja yang memperoleh segala hal yang mereka inginkan tanpa berusaha.
2. Individu egois memiliki konsep diri yang rendah dan cara pandang negatif terhadap orang lain.
3. Kurang mampu bergabung dalam satu kelompok. Anak egois/egosentris seringkali mengalami kesulitan menjalin relasi dengan teman sebayanya. Mereka tidak memandang partisipasi mereka sebagai "kita" melakukan sesuatu bersama-sama, tetapi lebih sebagai "Saya" menginginkannya.

Penyebab Timbulnya Sifat Egois - Egosentris
1. Rasa Takut
2. Sikap Manja
3. Kepribadian Tidak Matang

Rasa Takut
Anak bersikap egois karena ketakutan, terhadap kedekatan dengan orang lain, penolakan, ditinggalkan atau perubahan yang seluruhnya dapat saling berhubungan sehingga merupakan ketakutan secara menyeluruh terhadap kehidupan. Rasa takut yang tertanam dalam diri seseorang menyebabkan ia takut berhubungan dengan orang lain sehingga hanya peduli pada keselamatan dirinya sendiri.

Anak yang ditinggalkan (secara fisik dan atau psikologis) atau ditolak akan merasa takut dan marah. Mereka hanya memusatkan perhatian pada diri sendiri dan hanya peduli pada keselamatan dan kebahagiaan pribadinya tanpa menghiraukan perasaan atau peduli pada orang lain.

Anak yang seringkali merasa terluka oleh orang lain, mengembangkan perasaan takut berhubungan dengan orang lain. Dengan tidak melibatkan dirinya dalam hubungan dengan orang lain, mereka tidak akan terluka. Akibatnya anak menjadi egois dan egosentris.

Anak yang takut, memandang perubahan hidup sebagai pemicu kecemasan. Mereka melihat sesuatu hanya melalui cara pandangnya sendiri dan pemahaman terhadap cara pandang orang lain dianggap sebagai perubahan yang menakutkan. Oleh karena itu ketakutan akan perubahan dapat menyebabkan dan atau memperberat sifat egosentris.

Komplikasi lebih jauh adalah bahwa anak egois seringkali gelisah terhadap akibat negatif yang mungkin terjadi karena tingkah laku mereka. Oleh karena itu pula mereka tidak mau berbagi perasaan atau ide dengan orang lain.

Penyebab lain dari perilaku egois adalah ketakutan yang ditimbulkan oleh orang tua yang mengejek secara tidak terduga atau tidak konsisten dalam pola asuh anak mereka. Ketidak pastian dan keraguan orang tua dapat juga menyebabkan timbulnya ketakutan dan sikap egois pada diri anak.

Sikap Manja
Orang tua memanjakan anak dengan terlalu melindungi dan memberikan segala hal. Penyebab orang tua memanjakan anak:
1. Orang tua berusaha mencegah segala ketidak nyamanan dan terdorong untuk memenuhi seluruh keinginan anak.
2. Orang tua yang pada masa kecilnya kekurangan, menginginkan anak mereka memiliki segala hal yang tidak mereka peroleh dulu.
3. Orang tua yang tidak mengharapkan memiliki anak, akan merasa bersalah, dan bereaksi berlebihan dengan terlalu mempedulikan dan terlalu baik pada anak-anaknya.
Anak yang manja menjadi tidak toleran, tidak mampu mengatasi masalah, bersikap egois dan egosentris. Mereka hanya peduli pada orang yang mempedulikan mereka, kurang sabar, tidak toleran pada orang lain, kurang percaya diri, memiliki fantasi menjadi hebat dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.

Orang tua yang terlalu melindungi anak dari frustrasi akan marah ketika seseorang bersikap tidak adil pada anaknya. Mereka dengan cepat berpihak pada persepsi anak, bahwa orang lain lah yang bersalah. Anak diajari untuk mempertahankan haknya dan tidak mengalah. Anak akan menjadi individu egois yang tidak peduli pada keadilan terhadap orang lain.

Anak tunggal memiliki kesempatan besar dimanja orang tuanya. Anak dipuja dan dilindungi berlebihan. Ia kurang dilatih untuk bertanggung jawab. Tidak adanya saudara untuk berbagi benda atau ide mengkibatkan anak hanya berpusat pada diri sendiri, terbiasa menjadi pusat perhatian dan hanya melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri.

Tidak Matang
Untuk menghilangkan sikap egois, tingkat kematangan tertentu harus diraih. Contohnya, anak harus belajar mengendalikan dorongan-dorongannya agar dapat menerima tuntutan lingkungan. Anak yang tidak tolerir pada frustrasi dan selalu memperoleh apa yang diinginkan, tidak dapat mengendalikan diri. Mereka selalu merasa benar dan tetap melakukan segala hal sesuai keinginannya. Mereka tidak dapat bertanggung jawab. Di samping itu anak yang tidak matang, tidak mengembangkan persepsi sosial serta tingkah laku yang tepat, sehingga ia tidak mampu mengambil keputusan atau bertindak dengan tetap peduli pada orang lain. Oleh karena itu tingkah lakunya seringkali tidak tepat dan tidak sensitif.

Beberapa anak belum belajar tingkah laku matang bahkan untuk tingkat yang paling sederhana. Penyebabnya antara lain karena keterbelakangan, gangguan bicara dan gangguan belajar. Di sini, anak menjadi egois karena belum belajar peduli terhadap kepentingan orang lain. Mereka belum atau tidak termotivasi belajar bagaimana merasakan perasaan orang lain. Anak-anak ini juga perlu mempelajari nilai kepedulian pada orang lain.

Mencegah Sifat Egois - Egosentris
1. Meningkatkan Penerimaan Diri
2. Memberikan Contoh dan Mengajari Kepedulian terhadap Orang Lain
3. Memberi Tanggung Jawab

Meningkatkan Penerimaan Diri
Egois dapat segera dihilangkan dengan cara meningkatkan penerimaan diri (self-acceptance) dan rasa aman anak. Dengan cara ini anak akan peduli pada kesejahteraan orang lain. Anak tidak akan khawatir dengan dirinya sendiri sehingga tidak merasa perlu untuk terlalu memperhatikan dirinya atau menarik perhatian orang lain. Konsep diri positif akan terbentuk karena anak merasa diterima dan dicintai orang tuanya. Di sini orang tua harus menerima anak dengan penuh empati, menghargai kelebihan serta kelemahan anak. Sehingga, meskipun ada pengaruh negatif ataupun tekanan di luar rumah (teman sebaya, sekolah, figur otoritas, dll.) bila anak merasa dicintai maka mereka akan tetap merasa berharga. Anak yang merasa tidak diterima orang tuanya akan lebih rentan terhadap hal-hal negatif atau tekanan di luar rumah.
Mencintai anak dapat dipandang sebagai penghargaan positif dan kepedulian atas kondisi anak apa adanya. Orang tua harus menyatakan pada anak bahwa mereka berharga dan bahwa anak dicintai tidak hanya ketika mereka bertingkah laku baik saja. Cara ini akan membuat anak merasa diterima dan menimbulkan rasa aman, dan juga mendorong perkembangan individu yang mandiri secara psikologis. Kepedulian, minat dan perhatian pada pemikiran, perasaan dan aktivitas anak, tidak hanya perlu diungkapkan secara verbal, tapi juga secara fisik, misalnya, dengan pelukan, jabatan tangan atau menaruh tangan di bahu.

Hindari kritik yang terus-menerus karena ini tidak akan meningkatkan penerimaan diri. Suasana keluarga yang penuh ketegangan, kemarahan dan mudah tersinggung menyebabkan harga diri yang rendah. Persaingan antar saudara yang terus menerus (karena orang tua membanding-bandingkan) akan menimbulkan stress, rasa tidak aman, sehingga anak berusaha menghindarkan atau mengurangi kritik dengan cara negatif.

Memberikan Contoh dan Mengajari Kepedulian terhadap Orang Lain
Orang tua yang egois cenderung akan memiliki anak yang tidak menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Model/contoh, memiliki pengaruh sangat besar pada anak. Anak akan peduli pada orang lain jika orang tua pun peduli pada anak dan orang lain. Di sini orang tua perlu menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain, menyediakan waktu, tenaga atau uang untuk orang yang membutuhkan.

Di samping itu, perhatian terhadap orang lain ditunjukkan dengan mengamati dan mendiskusikan penderitaan orang di sekitar kita. Dengan menampilkan dan mengekspresikan perasaan orang yang terkena musibah, anak akan belajar memberi perhatian pada orang-orang tersebut. Hindari penggunaan humor yang mempermainkan kekurangan orang lain, karena sikap ini menunjukkan ketidak pedulian.

Kebahagiaan harus dipandang sebagai sesuatu yang dapat dicapai setiap orang. Sehingga anak akan berusaha membantu orang lain mencapai tujuan kebahagiannya, dan ikut berbahagia dengannya. Bila sikap egois dan keinginan menguasai pada anak dibiarkan berkembang, hal itu akan sangat berbahaya bagi perkembangannya kelak.

Empati adalah memahami seseorang dengan cara pandang orang tersebut. Orang tua harus mencoba melihat segala sesuatu dari perspektif anak. Cara ini dapat dicapai dengan melakukan komunikasi antara orang tua dengan anak.
Orang tua dapat mengatakan pada anak yang sedang marah, "Pasti tidak enak, tidak diundang ke pesta." Pernyataan ini menunjukkan pemahaman tentang perasaan anak. Diskusi dan saran yang membantu dapat diberikan kemudian. Tak perlu memarahi anak,
karena ini akan menyebabkan anak merasa terluka, sedih, frustrasi dan marah.

Empati dapat secara langsung diajarkan dengan diskusi mengenai adanya perbedaan situasi yang menimbulkan perasaan yang berbeda pula pada setiap orang. Carilah waktu yang tepat untuk mendiskusikan hal ini, misalnya pada saat makan malam.

Memberi Tanggung Jawab
Ajarilah anak bertanggung jawab, karena ini merupakan metode yang baik untuk belajar tentang kepedulian terhadap orang/makhluk lain. Misalnya, memelihara binatang. Sesuaikan tingkat tanggung jawab dengan kemampuan anak. Anak usia 4 dan 5 tahun dapat meletakkan makanan pada tempat makan binatang atau bermain lempar bola pada kucing. Tugas lain seperti membantu ibu mengurus bayi (mengambilkan popok, menyanyikan lagu, mengusir nyamuk) akan menyenangkan anak, karena anak puas dapat menolong orang lain. Ajaklah anak untuk membantu orang yang cacad, misalnya membacakan buku untuk orang buta, atau membantu orang cacad berjalan.

Melaksanakan tugas sehari-hari adalah contoh belajar bertanggung jawab lain yang cocok. Anak akan merasa telah berbuat penting untuk keluarganya. Menyapu, membuang sampah, mengatur meja, dll. adalah jenis pekerjaan rumah yang dapat dilakukan anak. Sesuaikan tugas dengan usia dan kemampuan anak, dan jangan membuat anak terlalu sibuk dan terbebani. Biarkan anak menganggap pekerjaan sehari-hari sebagai hal wajar dalam kehidupan keluarga. Sebelumnya diskusikan pembagian tugas dengan seluruh anggota keluarga, sehingga anak benar-benar merasa terlibat. Bagi beberapa anak, penyusunan daftar tugas secara tertulis akan membuat mereka mengetahui tanggung jawab ayah dan ibunya. Anak perlu didorong untuk selalu berpartisipasi dalam proses pembuatan kepu tusan dalam pelaksanaan tanggung jawab.

Tindakan Yang Perlu Dilakukan Untuk Menhadapi Anak Egois
a. Mengajarkan Empati dengan Menggunakan Role Playing
b. Memberi Contoh, Berdiskusi dan Memberikan Dukungan pada Perilaku Peduli
c. Memperlihatkan dan Membicarakan Akibat Negatif dari sikap Egois

Mengajarkan Empati dengan Menggunakan Role Playing
Role Playing atau bermain peran merupakan metode yang dapat digunakan mengurangi sikap egois untuk segala usia. Role playing, ialah bertingkah laku dan berbicara seperti sifat/karakter orang tertentu. Dengan mengenakan kostum atau topeng akan merangsang anak untuk mengekspresikan tingkah laku sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Kostum Role Playing dapat dibuat dari pakaian bekas dan anak dapat dilibatkan dalam perencanaan tema yang bisa berupa kejadian sehari-hari atau cerita fantasi.

Penggunaan Puppet (boneka seperti dalam Sessame Street) adalah alat yang sangat baik untuk mengekspresikan perasaan. Anak dapat mengadakan suatu pertunjukkan puppet dan kemudian bergantian peran. Dengan berpikir dan bertindak seperti peran tertentu, ia akan mampu merasakan dan memahami orang lain. Sebagai contoh, pada mulanya, orang tua berakting sebagai anak egois, kemudian bertukar peran dengan anak. Ketika anak berperan sebagai anak egois, orang tua berperan sebagai anak yang tidak egois dan memberi contoh mengenai kepedulian. Anak juga dapat berperan seperti orang tua, guru, atau figur otoritas lain dan orang tua bertindak sebagai anak. Dengan pengalaman ini, anak akan merasakan bagaimana tingkah laku egois itu dengan melihat akting orang tuanya (yang berperan sebagai anak egois), seperti, tidak mau mendengar omongan orang lain, selalu memotong pembicaraan, mau menang sendiri, tidak sabar, tidak peduli terhadap cara pandang orang lain, dll.
Pendekatan lain adalah dengan merekam dalam tape recorder ketika anak bicara egois dan kemudian mendengarkan kembali. Anak akan terkejut mendengar diri mereka yang egois, merengek, mengeluh atau atau berbicara kasar.

Jadi dengan role playing, anak belajar tentang buruknya egoisme dan berlatih bagaimana bertindak tidak egois dan mengembangkan empati dan toleransi pada orang lain, agar ia tidak ditolak orang lain. Goal dari role playing ini adalah meningkatkan minat dan kepuasan dalam menolong orang lain.

Salah satu cara lain untuk anak usia 4-6 tahun adalah dengan bercerita bergantian. Orang tua menceritakan suatu kisah yang tokohnya adalah seorang anak yang menghadapi suatu masalah dan harus dipecahkan dengan tingkah laku yang tidak egois. Selanjutnya anak yang bercerita dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam cerita tersebut. Kalau perlu orang tua juga mengajukan solusi lain yang lebih baik dalam cerita anak. Pointnya adalah fokus pada pernyataan verbal dan tingkah laku yang mencerminkan empati.

Memberi Contoh, Berdiskusi dan Memberikan Dukungan Pada Perilaku Peduli
Peduli adalah berminat memperhatikan sesuatu atau seseorang. Jika seseorang peduli maka ia akan berbagi dengan orang lain. Orang tua perlu mencontohkan dan mengajarkan pada anak bagaimana peduli dan berbagi pada orang lain. Dan jangan lupa untuk selalu memotivasi dengan memberikan pujian agar anak meningkatkan kepedulian pada orang lain.

Libatkanlah anak dalam proyek yang membutuhkan kerjasama dan saling membantu satu sama lain. Misalnya, mengumpulkan uang sumbangan, mengajar anak yang kurang mampu, membaca untuk orang tuna netra dll. Rancanglah suatu kegiatan kelompok di mana anak harus menolong anak yang lain. Sehingga anak akan belajar bagaimana caranya menolong orang lain.

Guru kelas juga dapat diajak bekerja sama untuk merancang kegiatan kelas yang dapat meningkatkan interaksi kelompok yang baik

Dalam mengubah sikap egois, ada prinsip umum yang berlaku, yaitu sikap positif. Kepedulian pada anak akan berkembang bila ada kepercayaan anak kepada orang tua/orang lain yang menunjukkan sikap penuh kehangatan dan pemahaman terhadap pribadi mereka. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan perasaan positif sebagai bagian dari satu unit (keluarga, sekolah, bangsa, dll.).

Diskusi dapat difokuskan pada bagaimana mengubah tingkah laku menjadi lebih baik di rumah. Beberapa contoh adalah tidak boleh berteriak, menjaga kerapian, sukarela membantu orang lain sebelum diminta, mengerjakan segala sesuatu dengan segera dan tidak meninggalkannya begitu saja, dll. Persamaan harus lebih ditekankan dan bukan perbedaannya. Tujuannya adalah mengubah sikap egois kepada kepedulian dan rasa memiliki dalam kelompok.

Memperlihatkan dan Membicarakan Akibat Negatif dari sikap Egois
Tidak akan berguna berdiskusi tentang sikap egois ketika anak bersikap egois. Diskusi harus dilakukan dalam kondisi menyenangkan.
Ketika anak bersikap egois, ia harus diingatkan dengan halus. Situasi egois harus didiskusikan agar anak menyadari akibat negatif dari tingkah laku mereka. Contoh sikap egois misalnya, tidak mau memberi giliran pada orang lain, ingin selalu memperoleh pertama kali, tidak mau mendengar ketika orang lain bicara. Dan akibat dari egois adalah anak tidak disukai teman-temannya dan akhirnya tidak memiliki teman. Oleh karena itu konsep kuncinya adalah membantu anak melihat bahwa tingkah laku egois justru mengakibatkan "mereka tidak memperoleh apa yang diinginkan." Popularitas, teman bermain, reputasi yang baik, dll. Adalah tujuan yang seringkali diinginkan anak.

Anak egosentris seringkali merasa dirinya benar. Ini penting dibicarakan untuk mengklarifikasi kesalah pahaman mereka dan salah konsepsi yang menyebabkan cara pandang mereka menjadi egosentris. Memandang orang lain sebagai hal yang buruk atau berbahaya menyebabkan anak terpusat pada perhatian atas keamanan dirinya. Oleh karena itu orang tua perlu mengubah persepsi yang salah yang terbentuk dari pengalaman masa lampaunya. Anak juga perlu belajar lebih terbuka dan tidak kaku dengan harapan-harapan dan persepsi mereka.

Ajarilah anak untuk melakukan pendekatan pemecahan masalah secara rasional yang membutuhkan pemahaman dari segala sudut pandang. Sehingga secara tidak langsung anak belajar mengenai perspektif orang lain.



1 komentar:

Followers

Subscribe